Minggu, 23 September 2007 01:02:17 WIB
Kategori : Fiqih : Media
Pada masa sekarang ini, untuk meningkatkan angka penjualan produk,para produsen melakukan penawaran dengan iming-iming hadiah. Corak promosi seperti ini bisa kita dapatkan di pasaran, dengan beragam jenis dan kiatnya. Tinjauan fikih sendiri menyikapo promosi dengan iming-iming hadiah ini amat terperinci. Karena di balik semaraknya berbagai jenis “hadiah” ini, ternyata terselubung tipu muslihat dan perjudian. Berkaitan dengan hadiahnya tersebut, bisa ditinjau dari dua sudut pandang. Untuk mendapatkan hadiah atau terlibat dalam undian tersebut, disyaratkan dengan membeli produk tertentu. Hadiah tersebut, tidak semua konsumen bisa mendapatkannya. Dengan kata lain, ada yang mendapatkan hadiah tersebut dan ada juga yang tidak. Cara promosi berhadiah seperti ini tidak diperbolehkan atau haram. Alasannya, di dalamnya mengandung unsur maysir dan qimar. Sebab, setiap konsumen sudah mengeluarkan biaya, tetapi tidak mendapatkan kepastian dalam hal mendapatkan hadiahnya. Yakni, tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah dan siapa yang tidak. Dari sisi ini juga mengandung unsur gharar. Semua Mendapatkan Hadiah Metode ini terbebas dari ketidakpastian dan jahalah (tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah).Jadi, jika semua konsumen mendapatkan hadiah, maka jenis promosi seperti ini diperbolehkan, karena tidak termasuk ke dalam maysir ataupun qimar. Hadiah seperti ini termasuk sebagai discount, atau sebagai pemberian secara cuma-cuma (atau Hadiah dalam bahasa Arab).
Sabtu, 22 September 2007 01:01:24 WIB
Kategori : Fiqih : Media
Kaidah seputar iklan, diantaranya : Tidak bertentangan dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri, yaitu untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’ala. Di sisi lainnya, iklan tersebut juga harus bisa memberikan nilai, bahwa yang memberi nikmat adalah Allah. Sehingga, selain konsumen tertarik untuk membeli produk, juga tidak melupakan syukur kepada Allah. Begitu pula iklan tersebut jangan sampai bertentangan dengan fitrah yang baik, yaitu fitrah yang sejalan dengan norma-norma agama yang lurus. Produk (barang ataupun jasa) yang diiklankan adalah produk yang mubâh. Tidak diperbolehkan mengiklankan yang diharamkan agama. Misalnya minuman keras, dan sebagainya. Produk yang diiklankan benar-benar bisa dimiliki. Dalam arti, selain terjangkau dari segi harga, juga terjangkau dari segi kepemilikan atau bisa dipindah tangankan. Dalam hal ini, tidak diperbolehkan mengiklankan sesuatu yang tidak terjangkau harganya dan tidak bisa dimiliki. Sebab, dalam suatu jual beli disyaratkan barangnya ada dan bisa dipindah tangankan atau dimiliki. Suatu iklan tidak boleh mengandung kedustaan atau penipuan. Misalnya, mendeskripsikan produk tidak sesuai kenyataanya, baik secara fisik, dari segi manfaat maupun dari sisi khasiat, dan sebagainya.
Jumat, 21 September 2007 02:43:53 WIB
Kategori : Fiqih : Media
yang dimaksud kartu discount, kartu yang dikeluarkan oleh pihak tertentu (produsen ataupun bukan, satu atau kerjasama dengan beberapa pihak) yang diberikan kepada konsumen tertentu sebagai bukti untuk mendapatkan pelayanan khusus, misalnya mendapatkan potongan harga dan lain sebagainya. Kartu jenis ini banyak ragamnya. Di Arab Saudi, terdapat banyak jenis kartu discount. Menyikapi hal ini, Al-Lajnatud Da’imatu lil Buhutsil Ilmiyyahti wal Ifta telah mengeluarkan fatwa dengan nomor 12429, tertanggal 1/12/1409H sebagai berikut. Bahwasanya, penggunaan kartu-kartu discount seperti ini tidak diperbolehkan dengan pertimbangan sebagai berikut. Ketika konsumen harus membayar sejumlah uang 150 Riyal Saudi (misalnya) untuk kartu tersebut dengan tanpa timbal balik ; perbuatan seperti ini merupakan bentuk memakan harta orang lain secara batil, dan sangat jelas hukumnya dilarang oleh Allah Ta’ala. “Artinya : Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”
Kamis, 20 September 2007 04:36:48 WIB
Kategori : Fiqih : Media
Cara penggunaan kartu ini adalah sebagai berikut : Pemegang kartu dapat menggunakan kartu ini untuk menarik dan (pinjaman) yang dikehendakinya dari cabang bank mana saja, dan dia harus melunasi pinjaman tersebut selama masa yang tidak boleh melebihi 45 hari. Jika dia belum melunasi dana (pinjaman) yang ditariknya tersebut selama masa yang disebutkan di atas, maka pihak bank akan mengenakan setiap 100 riyal dari pinjaman dari pinjaman dana yang ditarik tersebut suku bunga yang nilainya 1,95 (1 riyal, 95 halalah) sebagaimana bank akan mengambil setiap penarikan tunai bagi pemegang kartu 3,5 riyal dari setiap 100 riyal yang diambil dari bank. Atau mereka akan mengambil 45 riyal sebagai batas minimal dari setiap proses penarikan tunai. Selain itu, pemegang kartu ini juga bisa berbelanja berbagai macam barang dari tempat-tempat perbelanjaan yang sudah bekerja sama dengan pihak bank, tanpa harus membayar uang tunai.
Kamis, 20 September 2007 04:25:12 WIB
Kategori : Fiqih : Media
Ada kartu yang dikeluarkan untuk memberikan kemudahan dalam aktivitas keuangan di negara-negara barat, dimana seseorang tidak perlu membawa uang tunai. Dengan kartu ini dia bisa membeli apa saja yang dia inginkan. Kemudian pada setiap akhir bulan, dia akan mendapatkan faktur yang menjelaskan beberapa dana yang telah dibelanjakannya. Lalu dia akan melunasi semuanya tanpa bunga riba sedikitpun. Program ini memberikan perlindungan bagi setiap orang dari pencurian hartanya. Tetapi ada persyaratan untuk mengambil kartu ini, yaitu jika terjadi keterlambatan dalam membayar tagihan selama masa lebih dari 25 hari, maka mereka (pihak penyelenggara) berhak mengambil suku bunga riba dari setiap hari keterlambatan. Apakah boleh mengambil kartu seperti ini?
Rabu, 19 September 2007 16:25:21 WIB
Kategori : Fiqih : Puasa
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan masih juga melakukannya, serta melakukan perbuatan-perbuatan bodoh, maka Allah tidak membutuhkan terhadap puasanya, meskipun ia meninggalkan makan dan minumnya”. Yang amat disayangkan, kebanyakan kaum muslimin yang berpuasa pada bulan ini, perbuatan mereka tidak jauh berbeda dengan tatkala hari-hari berbuka (saat tidak berpuasa). Terkadang antara mereka dijumpai ada yang masih melalaikan kewajiban atau melakukan keharaman. Dan sekali lagi, ini sangat disesalkan. Adapun mukmin yang berakal, ialah mereka yang tidak menjadikan hari-hari puasanya sama seperti hari-hari berbukanya. Akan tetapi (sudah menjadi keharusan), apabila pada hari-hari puasanya, ia menjadi hamba yang lebih bertakwa dan lebih taat kepadaNya.
First Prev 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 Next Last
