Rabu, 16 Januari 2008 06:17:28 WIB
Kategori : Kitab : Nikah - Sakinah
Ikhtilath adalah berbaurnya laki-laki dan wanita sehingga terjadi pandang-memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan wanita. Padahal, laki-laki dan wanita diperintahkan untuk menunduk-kan pandangan, berdasarkan firman Allah: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara ke-maluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.’” Begitu pun menyentuh dan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram adalah diharamkan dalam syari’at Islam, sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya aku tidak menjabat tangan wanita. Sesungguhnya ucapanku kepada seratus wanita sama halnya dengan ucapanku kepada seorang wanita.” Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh, ditusuknya kepala salah seorang di antara kalian dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” Menurut syari’at Islam, antara mempelai laki-laki dan wanita harus dipisah sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya. Syaikh Ibnu Baaz rahimahullaah berkata, “Di antara perkara munkar yang diadakan manusia pada zaman ini adalah meletakkan pelaminan pengantin di tengah-tengah kaum wanita dan menyandingkan suaminya di sisinya, dengan dihadiri wanita-wanita yang berdandan dan bersolek.
Selasa, 15 Januari 2008 11:58:35 WIB
Kategori : Kitab : Nikah - Sakinah
Menurut ajaran Islam, rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang diliputi sakinah (ketentraman jiwa), mawaddah (rasa cinta) dan rahmah (kasih sayang). Allah Ta’ala berfirman. "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami atau isteri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajiban serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing, serta melaksanakan tugasnya itu dengan penuh tanggung jawab, ikhlas serta mengharapkan ganjaran dan ridha dari Allah Ta’ala. Sehingga, upaya untuk mewujudkan pernikahan dan rumah tangga yang mendapat keridhaan Allah ‘Azza wa Jalla dapat menjadi kenyataan. Akan tetapi, mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tenteram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan.
Senin, 14 Januari 2008 07:51:05 WIB
Kategori : Kitab : Nikah - Sakinah
Suami isteri yang belum dikaruniai anak, hendaknya ikhtiar dengan berobat secara medis yang dibenarkan menurut syari’at, juga menkonsumsi obat-obat, makanan dan minuman yang menyuburkan. Juga dengan meruqyah diri sendiri dengan ruqyah yang diajarkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan terus menerus istighfar (memohon ampun) kepada Allah atas segala dosa. Serta senantiasa berdo’a kepada Allah di tempat dan waktu yang dikabulkan. Seperti ketika thawaf di Ka’bah, ketika berada di Shafa dan Marwah, pada waktu sa’i, ketik awuquf di Arafah, berdo’a di sepertiga malam yang akhir, ketika sedang berpuasa, ketika safar, dan lainnya. Apabila sudah berdo’a namun belum terkabul juga, maka ingatlah bahwa semua itu ada hikmahnya. Do’a seorang muslim tidaklah sia-sia dan Insya Allah akan menjadi simpanannya di akhirat kelak. Janganlah sekali-kali seorang muslim berburuk sangka kepada Allah! Hendaknya ia senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Apa yang Allah takdirkan baginya, maka itulah yang terbaik. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya, Maha-bijaksana dan Mahaadil. Bagi yang belum dikaruniai anak, gunakanlah kesempatan dan waktu untuk berbuat banyak kebaikan yang sesuai dengan syari’at, setiap hari membaca Al-Qur-an dan menghafalnya, gunakan waktu untuk membaca buku-buku tafsir dan buku-buku lain yang bermanfaat, berusaha membantu keluarga, kerabat ter-dekat, tetangga-tetangga yang sedang susah dan miskin, mengasuh anak yatim, dan sebagainya.
Minggu, 13 Januari 2008 03:04:35 WIB
Kategori : Akhlak
Khilaf antara Syaikh Al-Albani dan Syaikh Ibnu Baaz rahimahumallah mengenai boleh tidaknya tentara Amerika berpangkalan di Arab Saudi untuk menghancurkan Irak. Syaikh Ali bin Hasan menjelaskan bahwa khilaf ini bukanlah khilaf yang biasa-biasa saja, namun merupakan khilaf yang nyata. Kita lihat meskipun para ulama berselisih pendapat sescara sengit pada sejumlah masalah namun mereka tidak saling menyesatkan dan tidak juga saling membid’ahkan satu sama lain. Satu contoh dalam hal ini, para ulama telah berselisih pendapat (bahkan) sejak zaman para sahabat tentang masalah menyempurnakan shalat wajib (empat raka’at) ketika safar. Di antara mereka ada yang membolehkan, sedangkan sebagian yang lain melarangnya dan memandang bahwa hal itu adalah bid’ah yang menyelisihi Sunnah. Meskipun demikian ternyata mereka tidak membid’ahkan orang yang menyelisihi pendapat mereka.
Sabtu, 5 Januari 2008 13:35:31 WIB
Kategori : Fiqih : Nasehat
Tidak boleh bagi seseorang untuk meyakini, bahwa orang lain itu pasti salah dan dialah yang benar dalam perkara yang pintu ijtihad masih terbuka. Kalau orang tersebut berkeyakinan seperti ini, maka seolah-olah dia mendudukkan dirinya di singgasana kenabian dan kesucian. Jika orang lain bisa salah maka engkau juga bisa salah, dan kebenaran yang engkau dakwahkan juga didakwahkan oleh selainmu. Dari sinilah sebagian pemuda (salafi –pent) menisbatkan dirinya kepada kelompok atau orang alim tertentu dan mengambil serta membelanya baik salah atau benar. Inilah yang menyebabkan perpecahan umat dan melemahkan kekuatan mereka. Dan hal ini menjadikan para pemuda yang berjalan di jalan agama ini sebagai bahan gunjingan dan cacian oleh kelompok sesat.
Jumat, 4 Januari 2008 04:01:50 WIB
Kategori : Fiqih : Nikah
Seorang muslim dilarang menikahi wanita Majusi. Sebab, orang Majusi bukan dari golongan Ahli Kitab. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Ahli Kitab adalah mereka yang beragama Yahudi maupun Nasrani. Kitab Taurat diturunkan kepada kaum Yahudi dan Nabi mereka adalah Musa Alaihissalam. Sedangkan kitab Injil diturunkan kepada kaum Nasrani, dan Nabi mereka adalah Isa bin Maryam Alaihissalam. Seorang muslim dilarang menikahi wanita-wanita musyrik. Pendapat ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. "Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman”. Juga dengan ijma ulama. Dalil tersebut sangat jelas menerangkan larangan menikahi atau mengawini wanita-wanita musyrik, baik wanita tersebut merdeka atau budak. Para ulama telah sepakat bahwa seorang muslim tidak boleh menikahi para penyembah berhala dan yang serupa dengan mereka dari golongan orang-orang kafir yang tidak memiliki kitab.
First Prev 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 Next Last
