Kategori Fiqih : Nikah

Berlebih-Lebihan Dalam Meminta Mahar

Sabtu, 25 Juni 2005 07:16:54 WIB

Yang diajarkan adalah meringankan mahar dan menyederhanakannya serta tidak melakukan persaingan, sebagai pengamalan kita kepada banyak hadits yang berkaitan dengan masalah ini, untuk mempermudah pernikahan dan untuk menjaga kesucian kehormatan muda-mudi. Para wali tidak boleh menetapkan syarat uang atau harta (kepada pihak lelaki) untuk diri mereka, sebab mereka tidak mempunyai hak dalam hal ini ; ini adalah hak perempuan (calon istri) semata, kecuali ayah. Ayah boleh meminta syarat kepada calon menantu sesuatu yang tidak merugikan putrinya dan tidak mengganggu pernikahannya. Jika ayah tidak meminta persyaratan seperti itu, maka itu lebih baik dan utama.

Menikah Dengan Niat Talak

Selasa, 3 Mei 2005 01:55:27 WIB

Sesungguhnya saya juga mendengar bahwa ada sebagian orang yang menjadikan pendapat yang rapuh diatas sebagai alasan untuk melakukan perbuatan yang tidak dapat diterima oleh siapapun. Mereka pergi ke luar negeri hanya untuk menikah, mereka tinggal bersama istri barunya yang ia nikahi dengan niat talak dalam batas waktu semau mereka, dan setelah puas mereka tinggalkan ! Ini juga sangat berbahaya di dalam masalah ini, maka dari itu menutup rapat-rapat pintunya adalah lebih baik, karena banyak mengandung unsur penipuan, kecurangan dan pelecehan, dan karena membukanya berarti membuka kesempatan kepada orang-orang awam nan jahil untuk melanggar batas-batas larangan Allah.

Hukum Menyandingkan Kedua Mempelai Di Hadapan Kaum Perempuan

Minggu, 3 April 2005 07:58:01 WIB

Di antara perkara munkar yang dilakukan oleh banyak orang pada zaman sekarang ini adalah meletakkan tempat duduk bagi kedua mempelai di hadapan para tamu wanita, dimana mempelai laki-laki duduk di situ di hadapan kaum wanita yang tidak memakai jilbab dan bertabarruj (berdandan), bahkan boleh jadi ada di antara keluarga mempelai laki-laki turut hadir bersamanya atau laki-laki dari kerabat dekat mempelai perempuan. Tidak diragukan lagi bagi orang-orang yang masih mempunyai fitrah suci dan ghirah (kecemburuan) agama bahwa perbuatan seperti itu banyak mengandung kerusakan besar, laki-laki asing mempunyai peluang besar untuk melihat perempuan-perempuan mutabarrijat (dengan dandanan dan perhiasan yang dapat mengundang fitnah dan maksiat, pent) dan akibat buruk yang akan timbul darinya. Maka wajib dicegah dan dihapuskan sama sekali karena pertimbangan banyak fitnahnya dan demi memelihara komunitas masyarakat wanita dari hal-hal yang menyalahi syari’at Islam yang suci.

Tidak Ada Kontradiksi Di Dalam Ayat Poligami

Minggu, 20 Maret 2005 22:57:17 WIB

Tidak ada kontradiksi antara dua ayat tadi dan juga tidak ada nasakh ayat yang satu dengan yang lain, karena sesungguhnya keadilan yang diperintahkan di dalam ayat itu adalah keadilan yang dapat dilakukan, yaitu adil dalam pembagian mu'asyarah dan memberikan nafkah. Adapun keadilan dalam hal mecintai, termasuk didalamnya masalah hubungan badan (jima') adalah keadilan yang tidak mungkin. Itulah yang dimaksud dari firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian". Oleh karena itulah ada hadits Nabi yang bersumber dari riwayat Aisyah Radhiyallahu anha. Beliau berkata. "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan pembagian (di antara istri-istrinya) dan beliau berlaku adil, dan beliau berdo'a : 'Ya Allah inilah pembagianku menurut kemampuanku..."

Nikah Mut’ah, Dalil-Dalil Yang Mengharamkannya, Pernyataan Ulama Tentang Pengharamannya

Kamis, 3 Februari 2005 08:14:38 WIB

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata: “Arti nikah mut’ah ialah menikahi wanita sementara waktu. Misalnya, seseorang mengatakan: ‘Aku menikahkanmu dengan puteriku selama sebulan, setahun, atau hingga berakhirnya musim.’ Ini adalah pernikahan yang bathil. Ahmad menashkannya dengan ucapannya: ‘Nikah mut’ah adalah haram.’”. Imam asy-Syafi'i rahimahullah berkata: “Semua nikah mut’ah adalah dilarang. Semua nikah hingga suatu masa, baik pendek maupun lama. Yaitu, seseorang berkata kepada wanita: ‘Aku menikahimu sehari, sepuluh hari, atau sebulan.’” Kemudian dia melanjutkan: “Demikian pula nikah hingga waktu tertentu atau tidak diketahui, maka pernikahannya dianggap tidak sah.” . Ibnu Hazm rahimahullah berkata: “Nikah mut’ah tidak diperbolehkan, yaitu pernikahan hingga waktu tertentu. Hal ini pernah dihalalkan pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Allah menghapuskannya melalui lisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk selamanya hingga hari Kiamat.

Berpoligami Bagi Orang Yang Mempunyai Tanggungan Anak-Anak Yatim

Rabu, 26 Januari 2005 12:53:16 WIB

Ini adalah pendapat yang bathil. Arti ayat suci di atas adalah bahwasanya jika seorang anak perempuan yatim berada di bawah asuhan seseorang dan ia merasa takut kalau tidak bisa memberikan mahar sepadan kepadanya, maka hendaklah mencari perempuan lain, sebab perempuan itu banyak dan Allah tidak mempersulit hal itu terhadapnya. Ayat diatas memberikan arahan tentang boleh (disyari'atkan)nya menikahi dua, tiga atau empat istri, karena yang demikian itu lebih sempurna dalam menjaga kehormatan, memalingkan pandangan mata dan memelihara kesucian diri, dan karena merupakan pemeliharaan terhadap kehormatan kebanyak kaum wanita, perbuatan ikhsan kepada mereka dan pemberian nafkah kepada mereka.

First  Prev  1  2  3  4  5  6  7  8  9  10  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin