Kamis, 28 Juni 2007 06:49:08 WIB
Kategori : Risalah : Tazkiyah Nufus
Ikhlas kepada Allah Ta’ala maknanya seseorang bermaksud melalui ibadahnya tersebut untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala dan mendapatkan keridhaan-Nya. Bila seorang hamba menginginkan sesuatu yang lain melalui ibadahnya, maka disini perlu dirinci lagi berdasarkan klasifikasi-klasifikasi berikut : Pertama. Dia memang ingin bertaqarrub kepada selain Allah di dalam ibadahnya ini dan mendapatkan pujian semua makhluk atas perbuatannya tersebut. Maka, ini menggugurkan amalan dan termasuk syirik. Di dalam hadits yang shahih dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman. “Aku adalah Dzat Yang paling tidak butuh kepada persekutuan para sekutu ; barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang didalamnya dia mempersekutukan-Ku dengan sesuatu selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya berserta kesyirikan yang diperbuatnya”
Rabu, 27 Juni 2007 13:11:33 WIB
Kategori : Risalah : Anak
Salah satu hak anak yang wajib ditunaikan orang tua adalah hendaknya anak melihat dari orang tuanya dan dari masyarakatnya akhlak yang bersih, jauh dari hal yang merubah fitrah dan menghiasi kebatilan, baik akhlak yang dibenci itu berupa kekafiran atau bid’ah atau perbuatan dosa besar. Karena sesungguhnya perbuatan yang menyelisihi fitrah itu memberi pengaruh terhadap kejiwaan seorang anak dan merubah fitrah yang telah dianugrahkan kepadanya. Karena fitrah seorang anak adalah iman kepada Allah Sang Penciptanya dan beriman terhadap seluruh keutamaan, membenci kekafiran, kedustaan dan penipuan. Dalam hatinya terdapat cahaya fitrah yang senantiasa menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, hanya saja wahyu Allah menambahi fitrahnya dengan cahaya diatas cahaya. Dasar landasan hal ini adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Setiap anak dilahirkan diatas fitrahnya, ibu bapaknyalah yang menjadikan ia yahudi, nashrani atau majusi”
Selasa, 26 Juni 2007 23:33:29 WIB
Kategori : Kitab : Qadha & Qadar
Sebelum membicarakan secara terperinci tentang qadha' dan qadar, ada baiknya membicarakan mengenai masalah yang tersiar di masa dahulu dan di masa sekarang, yang intinya adalah bahwa tidak boleh membicarakan tentang masalah-masalah takdir secara mutlak. Alasannya bahwa hal itu dapat membangkitkan keraguan dan kebimbangan, dan bahwa masalah ini telah menggelincirkan banyak telapak kaki dan menyesatkan banyak pemahaman. Pernyataan demikian, secara mutlak adalah tidak benar, hal itu dikarenakan beberapa alasan, di antaranya yaitu: Iman kepada qadar adalah salah satu rukun iman. Iman seorang hamba tidak sempurna kecuali dengannya. Bagaimana hal ini akan diketahui, jika tidak dibicarakan dan dijelaskan perkaranya kepada manusia? Iman kepada qadar telah disebutkan dalam hadits teragung dalam Islam, yaitu hadits Malaikat Jibril Alaihissalam, dan hal itu terjadi di akhir kehidupan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di akhir hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dia adalah Malaikat Jibril, ia datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian"
Senin, 25 Juni 2007 23:28:57 WIB
Kategori : Dakwah : Wala & Bara
Tinggal di negara kafir merupakan bahaya besar terhadap agama, akhlak, moral dan adab seorang muslim. Kita -juga selain kita- telah menyaksikan banyaknya penyimpangan dari orang-orang yang tinggal di sana, mereka kembali dengan kondisi yang tidak seperti saat mereka berangkat. Mereka kembali dalam keadaan fasik, bahkan ada yang murtad, keluar dari agamanya dan menjadi kufur terhadap Islam dan agama-agama lainnya, na'udzu billah, sampai-sampai mereka menentang secara mutlak dan mengolok-olok agama dan para pemeluknya, baik yang lebih dulu darinya maupun yang kemudian. Karena itu, hendaknya, bahkan seharusnya, mewaspadai hal itu dan menerapkan syarat-syarat yang dapat menjaga hawa nafsu dari perusak-perusak tersebut. Maka, tinggal di negara kafir harus memenuhi dua syarat utama: Tetap memelihara diri pada agamanya dan Tetap menunjukkan agamanya.
Minggu, 24 Juni 2007 15:40:03 WIB
Kategori : Bahasan : Tauhid
Sesungguhnya apa yang ada di tangan ahli kitab yang mereka namakan sebagai kitab Taurat dan Injil dapat dipastikan bahwa ia termasuk hal-hal yang tidak benar penisbatannya kepada para Nabi Allah. Maka tidak bisa dikatakan bahwa Taurat yang ada sekarang adalah Taurat yang dahulu diturunkan kepada Nabi Musa Alaihis Salam. Juga Injil yang ada sekarang bukanlah Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa 'Alaihis Salam. Jadi keduanya bukanlah kedua kitab yang kita diperintahkan untuk mengimaninya secara rinci. Dan tidak benar mengimani sesuatu yang ada dalam keduanya sebagai kalam Allah, kecuali yang ada dalam Al-Qur'an lalu dinisbatkan kepada keduanya. kedua kitab tersebut telah 'di-nasakh' (dicabut masa berlakunya) dan diganti oleh Al-Qur'an. Allah menyebutkan terjadinya pengubahan dan pemalsuan terhadap keduanya di lebih dari satu tempat dalam Al-Qur'an.
Sabtu, 23 Juni 2007 23:52:01 WIB
Kategori : Fokus : Mabhats
Suatu ketika Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu pernah bertemu dengan salah seorang pemimpin partai Islam (dari Aljazair), Ali bin Hajj. Syaikh mengetahui sangat detail tentang kejadian yang terjadi pada mereka, dan telah sampai berita kepada beliau bahwa partai mereka mendapat dukungan jutaan pendukung. Diantara pertanyaan yang dilontarkan Syaikh kepadanya yaitu yang saya nukil secara ringkas disini. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu bertanya : “Apakah setiap orang yang bersamamu (yang mendukung partaimu) mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala bersemayam di atas Arsy? Setelah terjadi dialog, dimana Ali bin Hajj berupaya untuk lari dari pertanyaan Syaikh Al-Albani, dan Syaikh pun berupaya untuk menutup jalan keluar dari pertanyaan diatas, dia menjawab pertanyaan beliau dengan mengatakan : “Kami berharap demikian”. Syaikh berkata kepadanya : “Tinggalkan jawabanmu yang bersifat politis ini!”.
First Prev 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 Next Last
