Kategori Ahkam
Senin, 14 April 2008 13:51:04 WIB
Orang-orang yang senantiasa mengikuti berita-berita surat kabar pasti telah mengetahui kisah tentang seorang bapak berkebangsaan Mesir yang telah membunuh dua orang anaknya yang masih kecil dengan cara menenggelamkannya di dalam laut. Persitiwa ini tepatnya terjadi di Iskandariyah. Lalu pengadilan urusan pidana di negeri itu memutuskan hukuman mati bagi bapak tersebut berdasarkan materi undang-undang umum. Akan tetapi ketika pengadilan meminta pendapat mengenai keputusan ini dari seorang mufti di Iskandariyah yang bernama Syaikh Ahmad bin Yusuf, maka sang mufti menolak keputusan itu, lalu beliau memberikan fatwa yang teksnya sebagai berikut.”…Hukum qishah tidak wajib ditegakkan kepada sang bapak, karena seorang bapak tidak boleh dihukum mati sebagai pembunuh anaknya. Bapak adalah penyebab keberadaan anak dalam kehidupan iin, maka tidak boleh anak itu menjadi sebab kebinasaan sang bapak” Kemudian mufti tersebut menuturkan nash-nash madzhab Hanafi seraya memperkuat madzhabnya dengan sabda Nabi Shahallallahu ‘alaihi wa sallam. “Bapak tidak dijatuhi human mati (bunuh) sebab membunuh anaknya’.
Sabtu, 27 Oktober 2007 13:40:49 WIB
Demikian juga apabila dilakukan oleh orang yang telah nikah atau pernah merasakan nikah yang shahih baik sekarang ini sebagai suami atau istri atau duda atau janda, sama saja, dosanya sangat besar dan hukumannya sangat berat yang setimpal dengan perbuatan mereka, yaitu didera sebanyak seratus kali kemudian di rajam sampai mati atau cukup di rajam saja. Adapun bagi laki-laki yang masih bujang atau dan anak gadis hukumnya didera seratus kali kemudian diasingkan (dibuang) selama satu tahun. Dengan melihat kepada perbedaan hukuman dunia maka para ulama memutuskan berbeda juga besarnya dosa zina itu dari dosa besar kepada yang lebih besar dan sebesar-besar dosa besar. Mereka melihat siapa yang melakukannya dan kepada siapa dilakukannya.
Minggu, 1 Juli 2007 15:52:08 WIB
Bila anda ditanya, Di mana Allah?, maka jawablah : Allah berada di langit, sebagaimana jawaban yang diberikan oleh seorang wanita ketika ditanya oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti itu, lantas dia menjawab, Dia berada di langit. Sedangkan orang yang hanya mengatakan, Allah itu ada, ini jawaban menghindar dan mengelak (berkelit lidah) semata. Adapun terhadap orang yang mengatakan, Sesungguhnya Allah berada di setiap tempat (di mana-mana), bila yang di maksud dzat-Nya, maka ini adalah kekufuran sebab merupakan bentuk pendustaan terhadap nash-nash yang menekankan hal itu. Justru dalil-dalil sam’iy (Al-Qur’an dan hadits), logika serta fitrah menyatakan bahwa Allah Maha Tinggi di atas segala sesuatu dan di atas lelangit, beristiwa di atas Arasy-Nya.
Kamis, 14 Juni 2007 03:20:10 WIB
Seseorang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hukum harta yang tercecer dari pemiliknya, berupa emas, perak, unta dan kambing. Maka beliau menjelaskan hukum untuk masing-masing barang ini, agar dapat menjadi contoh bagi barang-barang lain yang semisal dan yang hilang atau tercecer, sehingga dapat diambil hukumnya. Beliau bersabda tentang emas dan perak.”Umumkan tali yang digunakan untuk mengikatnya dan juga wadah yang menjadi tempat emas atau perak itu, sehingga dapat di cek antara orang yang datang sebagai pemilik dan orang yang datang hanya mengaku-ngaku, karena toh engkau sudah mengetahui isinya. Jika dia menyebutkan ciri-cirinya secara tepat maka engkau dapat memberikannya kepadanya. Jika ciri-ciri yang disebutkannya tidak tepat, berarti dia hanya mengaku-ngaku”. Beliau juga memerintahkan orang yang menemukan emas atau perak yang tercecer itu untuk mengumumkannya selama setahun penuh semenjak ia ditemukan.
Senin, 21 Mei 2007 09:18:29 WIB
Bangkai dalam bahasa Arab disebut Al Mayyitah. Pengertiannya, yaitu yang mati tanpa disembelih. Sedangkan menurut pengertian para ulama syari'at, Al Mayyitah (bangkai) adalah hewan yang mati tanpa sembelihan syar'i, dengan cara mati sendiri tanpa sebab campur tangan manusia. Dan terkadang dengan sebab perbuatan manusia, jika dilakukan tidak sesuai dengan cara penyembelihan yang diperbolehkan. Dengan demikian definisi bangkai mencakup: [a]. Yang mati tanpa disembelih, seperti kambing yang mati sendiri. [b]. Yang disembelih dengan sembelihan tidak syar'i, seperti kambing yang disembelih orang musyrik. [c]. Yang tidak menjadi halal dengan disembelih, seperti babi disembelih seorang muslim sesuai syarat penyembelihan syar'i. Para ulama berpendapat, anggota tubuh (daging) yang dipotong dari hewan yang masih hidup, masuk dalam kategori bangkai.
Minggu, 29 April 2007 16:18:26 WIB
Masalah ini harus dirinci, yaitu barangsiapa yang berhukum kepada selain apa yang diturunkan Allah sementara dia mengetahui bahwa wajib baginya berhukum kepada apa yang diturunkan Allah dan dengan perbuatannya itu, dia telah melanggar syari'at akan tetapi dia menganggap boleh hal itu dan memandangnya tidak apa-apa melakukannya dan juga boleh saja hukumnya berhukum kepada selain syari'at Allah; maka orang seperti ini hukumnya adalah kafir dengan kekufuran Akbar menurut seluruh ulama, seperti berhukum kepada undang-undang buatan manusia, baik oleh kaum Nashrani, Yahudi ataupun orang-orang selain mereka yang mengklaim bahwasanya boleh berhukum dengannya, bahwa ia adalah lebih utama ketimbang hukum Allah, bahwa ia sejajar dengan hukum Allah atau mengklaim bahwa manusia
First Prev 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Next Last