Kategori Ahkam

Hukum Mengolok-Olok Ulama Dan Orang-Orang Shalih

Rabu, 23 Maret 2011 22:40:42 WIB

Salah seorang ulama Salaf mengatakan: "Maha suci Allah, Dia telah memberi jalan keluar bagi kaum muslimin. Yakni tidak akan keluar dari keempat golongan manusia yang dipuji tadi, melainkan golongan yang kelima, golongan yang binasa. Yaitu seorang yang bukan alim, bukan penuntut ilmu, bukan penyimak yang baik dan bukan pula orang yang mencintai Ahli Ilmu. Dialah orang yang binasa. Sebab, barangsiapa membenci Ahli Ilmu, berarti ia pasti mengharapkan kebinasaan mereka. Dan barangsiapa yang mengharapkan kebinasaan Ahli Ilmu, berarti ia menyukai padamnya cahaya Allah di atas muka bumi. Sehingga kemaksiatan dan kerusakan merajalela. Kalau sudah begitu keadaannya, dikhawatirkan tidak akan ada amal yang terangkat. Demikianlah yang dikatakan oleh Sufyan Ats Tsauri.". Menghormati ulama termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Musa Al Asy'ari Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, yaitu memuliakan orang tua yang muslim, orang yang hafal Al Qur'an tanpa berlebih-lebihan atau berlonggar-longgar di dalamnya dan memuliakan penguasa yang adil.

Hukum Istihza' Bid Din (Memperolok Agama)

Selasa, 22 Maret 2011 23:07:20 WIB

Istihza', secara bahasa artinya sukhriyah, yaitu melecehkan. Ar Raghib Al Ashfahani berkata,”Al huzu', adalah senda-gurau tersembunyi. Kadang-kala disebut juga senda-gurau atau kelakar." Al Baidhawi berkata,”Al Istihza', artinya adalah pelecehan dan penghinaan. Dapat dikatakan haza'tu atau istahza'tu. Kedua kata itu sama artinya. Seperti kata ajabtu dan istajabtu.” Dari penjelasan di atas, dapat kita ketahui makna istihzaa'. Yaitu pelecehan dan penghinaan dalam bentuk olok-olokan dan kelakar. Perbuatan mengolok-olok agama dan syi’ar-syi’ar agama ini, bukan hanya muncul pada masa sekarang; namun akarnya sudah ada sejak dahulu. Banyak sekali bentuk-bentuk istihzaa' yang dilakukan oleh orang-orang dahulu maupun sekarang. Diantaranya: Dalam bentuk pelesetan-pelesetan yang menghina agama. Bisa dikatakan, Yahudilah yang menjadi pelopor dalam membuat pelesetan-pelesetan yang isinya menghina Allah, RasulNya dan Islam. Sikap mereka ini telah disebutkan oleh Allah dalam firmanNya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (Muhammad): "Raa'ina", tetapi katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.

Makna Rukhshah Dan Pembagiannya

Minggu, 6 Maret 2011 11:20:39 WIB

Apakah orang yang mendapatkan rukhshah karena uzur seperti di atas wajib melakukan rukhsah tersebut atau hukumnya ibahah (boleh mengamalnya atau meninggalkannya)?. Masalah ini menjadi perbincangan di kalangan para ulama. Imam Abu Ishaq Al-Syathibi dalam kitabnya al-Muwafaaqat menyebutkan hukum menggunakan rukhsah adalah mubah, artinya boleh dilakukan atau tidak. Alasannya karena pada dasarnya rukhshah itu hanyalah keringanan agar tidak menyulitkan dan memberatkan, maka seseorang boleh memilih antara mengamalkan rukhshah tersebut atau tidak tergantung uzur kesulitan atau keberatan yang dia hadapi, misalnya orang musafir dia diberikan kelapangan untuk memilih apakah ia mau mengqashar shalatnya atau itmam (menyempurnakannya empat rakaat) tergantung kepada uzurnya. Kalau menggunakan rukhshah itu diperintahkan baik secara wajib maupun sunnah maka bukan lagi sebuah keringanan, tetapi kewajiban yang harus dilakukan dan tidak boleh ada pilihan lain. Pendapat dan argumentasi al-Syatibi di atas dibantah oleh Jumhur Ulama yang mengatakan bahwa menggunakan rukhsah adalah harus dan kembali kepada hukum asalnya apakah ia wajib atau sunat, misalnya menjaga jiwa agar tidak binasa adalah wajib, maka memakan babi bagi mereka yang terpaksa agar tidak mati kelaparan adalah wajib bukan mubah. Karena kalau dikatakan mubah maka orang tersebut boleh memilih antara makan atau membiarkan dirinya tidak makan walaupun dirinya mati kelaparan.

Orang Bodoh Dima'afkan?

Rabu, 23 Februari 2011 22:58:37 WIB

Menyikapi manusia menurut zhahirnya. Yaitu dengan berpedoman kepada lahiriyah orang tersebut. Jika secara lahiriyah seseorang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, melaksanakan kewajiban shalat 5 kali sehari- semalam, berpuasa bulan Ramadhan, menunaikan zakat, dan lainnya, maka kita menyikapinya sebagai seorang muslim dan mukmin. Adapun isi hatinya kita serahkan kepada Allah Yang Maha Mengetahui perkara ghaib. Allah berfirman : Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali berkata,“Ayat ini menjelaskan, barangsiapa bertaubat, lalu beriman kepada Allah dan Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat, maka darah dan hartanya terjaga, dan seseorang pun tidak pantas mengganggunya dengan membunuh atau mengepung. Hal itu meliputi orang yang melakukan dengan sebenarnya atau secara lahiriyah saja. Oleh karena itulah Imam Abu Ja’far Ath Thahawi t -di dalam aqidah Ahlis Sunnah Wal Jama’ah yang beliau riwayatkan dari imam Abu Hanifah dan lainnya- mengatakan,“Kami tidak menyatakan kekafiran, kemusyrikan, dan kemunafikan, terhadap mereka (kaum muslimin) selama tidak nampak dari mereka sesuatupun tentang hal itu. Dan kami menyerahkan isi hati mereka kepada Allah Ta’ala.

Al Hilah, Melakukan Rekayasa Terhadap Hukum Allah

Selasa, 9 Nopember 2010 22:40:44 WIB

Allah telah mengatur manusia melalui lisan RasulNya dengan syari'at sebagaimana tertuang dalam ajaran din (agama) ini. Demikian pula perihal perkara halal dan haram dalam bermu'amalah. Dalam salah satu hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim, ada disebutkan bahwa yang halal maupun yang haram sudah sangat jelas. Namun, di antara halal dan haram tersebut terdapat perkara syubhat (samar), yang belum jelas hukumnya bagi kebanyakan orang. Yang belum jelas ini harus diwaspadai dan dijauhi oleh seorang muslim, demi keselamatan diri dan din-nya, bukan sebaliknya. Ironisnya, banyak juga dijumpai di antara kaum Muslimin yang tidak mengindahkan masalah tersebut. Bahkan lebih tragis lagi, ada di antaranya yang sengaja mencari celah-celah untuk merekayasa, membuat-buat trik atau tipu daya hal-hal yang telah jelas haram dengan upaya menyamarkan keadaan, sehingga akan nampak menjadi halal aatu boleh. Dalam istilah syari'at, perbuatan seperti ini disebut melakukan al hilah الحيلة)). Berbagai cara dilakukan untuk mengelabui kebanyakan orang, atau untuk memperdaya orang-orang yang kurang wara` dalam agamanya, sehingga mendapatkan label halal atau label boleh dalam bermu'amalah atau jual-beli mereka. Padahal, jika diamati, pada hakikatnya cara yang mereka tempuh tidak jauh berbeda dengan hukum aslinya

Hukum Mendengarkan Ghibah, Bertaubat Dari Ghibah Dan Ghibah Yang Dibolehkan

Sabtu, 2 Oktober 2010 16:25:57 WIB

Imam Nawawi berkata di dalam Al-Adzkar: ”Ketahuilah bahwasanya ghibah itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang menggibahi, diharamkan juga bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya. Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai menggibahi (saudaranya yang lain) untuk melarang orang itu, kalau dia tidak takut kepada mudhorot yang jelas. Dan jika dia takut kepada orang itu, maka wajib baginya untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan majelis tempat ghibah tersebut jika hal itu memungkinkan. Jika dia terpaksa di majelis yang ada ghibahnya dan dia tidak mampu untuk mengingkari ghibah itu, atau dia telah mengingkari namun tidak diterima, serta tidak memungkinkan baginya untuk meninggalkan majelis tersebut, maka harom baginya untuk istima’(mendengarkan) dan isgho’ (mendengarkan dengan seksama) pembicaraan ghibah itu. Yang dia lakukan adalah hendaklah dia berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan lisannya dan hatinya, atau dengan hatinya, atau dia memikirkan perkara yang lain, agar dia bisa melepaskan diri dari mendengarkan gibah itu. Setelah itu maka tidak dosa baginya mendengar ghibah (yaitu sekedar mendengar namun tidak memperhatikan dan tidak faham dengan apa yang didengar –pent), tanpa mendengarkan dengan baik ghibah itu, jika memang keadaannya seperti ini (karena terpaksa tidak bisa meninggalkan majelis gibah itu –pent).

First  Prev  1  2  3  4  5  6  7  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin