Kategori Alwajiz : Jual Beli

Ijarah (Sewa Menyewa)

Sabtu, 29 Oktober 2005 07:15:59 WIB

Ijarah secara bahasa berarti al-itsaabah (pengupahan), dikatakan aajartuhu dengan mad (panjang) dan tanpa mad artinya atsabtuhu (aku mengupahnya). Secara istilah yaitu pemilikan manfaat seseorang dengan imbalan. Pensyari’atan Ijarah, Allah Ta’ala berfirman: “...Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin...” Allah Ta’ala juga berfirman: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ‘Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat serta dapat dipercaya.” Dan juga Allah berfirman: “... Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata, ‘Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhua (ia berkata), “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beserta Abu Bakar menyewa (mengupah) seorang penunjuk jalan yang mahir dari Bani ad-Dail kemudian dari Bani ‘Abdu bin ‘Adi.”

Syirkah (Perserikatan)

Sabtu, 3 September 2005 04:30:16 WIB

Asy-Syirkah adalah al-ikhtilath (percampuran/persekutuan). Secara syara’ adalah apa yang terjadi dengan ikhtiyar antara dua orang atau lebih berupa percampuran (persekutuan) untuk menghasilkan laba/untung. Dan terkadang terjadi tanpa sengaja seperti warisan.” Al-Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata dalam as-Sailul Jarraar (III/246, III/248), “Perserikatan yang syar’i terjadi dengan adanya saling ridha antara dua orang atau lebih dengan ketentuan setiap orang dari mereka membayar (menyetor) jumlah yang jelas dari hartanya, kemudian mereka mencari usaha dan keuntungan dengan uang tersebut. Setiap orang dari mereka mendapat untung seukuran harta yang ia serahkan, dan bagi setiap orang dari mereka ada kewajiban pembiayaan sebesar itu pula yang dikeluarkan dari harta perserikatan. Jika terjadi saling ridha untuk membagi untung sama rata walaupun jumlah harta yang dikeluarkan berbeda-beda, maka hal tersebut boleh, walaupun harta (yang dikeluarkan) oleh salah seorang dari mereka sedikit dan yang lain lebih banyak. Dan dalam hal yang seperti ini tidak mengapa menurut syari’at, karena ia merupakan perniagaan yang dilakukan atas dasar saling ridha dan ke-relaan hati.”

Mudharabah

Rabu, 22 Juni 2005 16:56:10 WIB

Dari Zaid bin Aslam dari ayahnya bahwa, ia berkata, “‘Abdullah dan ‘Ubaidullah, dua putera ‘Umar bin al-Khaththab, keluar bersama pasukan menuju Irak. Ketika kembali keduanya melewati Abu Musa al-Asy’ari yang saat itu menjabat sebagai amir atas kota Bashrah, ia (Abu Musa) pun menyambut kedatangan mereka berdua, kemudian berkata, ‘Jika aku mampu memberikan kepada kalian suatu urusan yang bermanfaat bagi kalian niscaya aku akan melakukannya.’ Kemudian ia (melanjutkan) ucapannya, ‘Ya, ini ada harta dari harta Allah, aku ingin mengirimnya kepada Amirul Mukminin, aku akan meminjamkannya kepada kalian sehingga kalian bisa membeli barang dagangan Irak dengannya kemudian kalian jual di Madinah, lalu kalian sampaikan (kembalikan) modalnya kepada Amirul Mukminin dan keuntungannya untuk kalian berdua.’ Keduanya menjawab, ‘Kami menyukai hal tersebut.’ Lantas ia pun melakukannya dan menulis surat kepada ‘Umar untuk mengambil harta dari keduanya. Ketika keduanya sampai, dan mendapatkan keuntungan. Pada saat keduanya memberikannya kepada ‘Umar, ia (‘Umar) berkata, ‘Apakah ia memberikan pinjaman kepada setiap pasukan seperti apa yang dipinjamkan kepada kalian?’ Keduanya menjawab, ‘Tidak.’

Salam (Pesanan)

Minggu, 1 Mei 2005 04:10:54 WIB

Barangsiapa memesan suatu barang, maka dia harus memesannya dalam takaran dan timbangan yang diketahui hingga batas waktu yang diketahui.” Dalam akad salam tidak disyaratkan agar orang yang dipesan (al-musallam ilaih) memiliki barang yang dipesan (al-musallam fih). Diriwayatkan dari Muhammad bin Abi al-Mujalid, ia berkata, “'Abdullah bin Syadad dan Abu Burdah mengutusku kepada ‘Abdullah bin Abi Aufa Radhiyallahu 'anhu, lantas keduanya berkata, ‘Tanyakan kepadanya (yaitu ‘Abdullah bin Abi Aufa), apakah para Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di zaman beliau melakukan akad salam pada hinthah (gandum)?’ ‘Abdullah menjawab, ‘Kami dahulu melakukan akad salam dengan petani dari penduduk Syam pada gandum, sya’ir dan minyak (zait) dalam takaran yang jelas hingga batas waktu yang jelas pula.’ Aku bertanya, ‘Apakah kepada orang yang ia memiliki barangnya?’ Ia menjawab, ‘Kami tidak menanyakan hal itu kepada mereka.’ Kemudian keduanya mengutusku kepada ‘Abdurrahman bin Abza, lalu aku bertanya kepadanya dan ia menjawab: “Dahulu para Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan salam di zaman beliau dan kami tidak bertanya kepada mereka apakah mereka memiliki tanamannya atau tidak.”

Qardh (Pinjaman)

Senin, 7 Maret 2005 18:19:15 WIB

Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Barangsiapa yang mati dan memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka akan dilunasi dari kebaikannya, (karena) di sana (akhirat) tidak ada dinar tidak pula dirham.’” Dari Abu Qatadah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri di tengah mereka, lalu beliau menyebutkan kepada mereka bahwa jihad fii sabilillah dan beriman kepada Allah adalah amalan yang paling utama. Kemudian seseorang berdiri lalu berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu jika aku terbunuh fii sabilillah, apakah dosa-dosaku akan dihapus (diampuni)?” Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Ya, apabila engkau terbunuh fii sabilillah sedang engkau dalam keadaan sabar dan mengharap pahala, maju dan tidak mundur.” Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bagaimana pertanyaanmu (tadi)?” Ia berkata, “Bagaimanakah pendapatmu apabila aku terbunuh fii sabilillah, apakah dosa-dosaku akan dihapus (diampuni)?” Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Ya, apabila engkau terbunuh fii sabilillah sedang engkau dalam keadaan sabar dan mengharap pahala, maju dan tidak mundur, kecuali hutang karena sesungguhnya Jibril Alaihissallam berkata kepadaku akan hal itu.”

Rahn (Gadai)

Senin, 14 Februari 2005 20:48:58 WIB

Rahn secara bahasa adalah al-ihtibas (penahanan), diambil dari ucapan mereka, “Rahana asy-syai-a (jika ia berlangsung dan tetap).” Dan di antaranya pula firman Allah:“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” Secara syara’ adalah menjadikan harta sebagai jaminan bagi hutang agar bisa dilunasi darinya jika yang berhutang berhalangan (udzur) dari membayar hutangnya. Tidak boleh bagi orang si penerima gadai (murtahin) untuk memanfaatkan barang yang digadaikan (rahn), sebagaimana yang telah lewat dalam masalah qardh (piutang): “Setiap hutang yang menarik manfaat adalah riba.” Kecuali bila barang gadai tersebut berupa tunggangan (kuda, keledai dan yang sejenisnya-penj.) atau sesuatu yang bisa diperah susunya (sapi, unta, kambing dan yang lainnya-penj.), maka ia boleh menaiki tunggangan tersebut dan memerah susunya jika ia memberikan nafkah (dengan memberi makan) kepadanya.

First  Prev  1  2  3  4  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin