Kategori Fiqih : Shalat Jum'at
Jumat, 29 Juni 2007 02:07:42 WIB
Bahwa Nafi’ bin Jubair pernah mengutusnya menemui as-Saib, anak dari saudara perempuan Namr untuk menanyakan kepadanya tentang sesuatu yang dilihatnya dari Mu’awiyah dalam shalat, maka dia menjawab, ‘Ya, aku pernah mengerjakan shalat Jum’at bersamanya di dalam maqshurah. Setelah imam mengucapkan salam, aku langsung berdiri di tempatku semula untuk kemudian mengerjakan shalat, sehingga ketika dia masuk, dia mengutus seseorang kepadaku seraya berkata, ‘Janganlah engkau mengulangi perbuatan itu lagi. Jika engkau telah mengerjakan shalat Jum’at, maka janganlah engkau menyambungnya dengan suatu shalat sehingga engkau berbicara atau keluar (dari tempatmu), karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan hal tersebut kepada kita, yaitu tidak menyambung shalat sehingga kita berbicara atau keluar.
Jumat, 8 Juni 2007 04:07:06 WIB
Sebagian kaum muslimin ada yang meninggalkan shalat Jum’at karena sikap meremehkannya serta lengah untuk menjunjung tinggi syi’ar-syi’ar agama Allah, yang dalam hal itu Dia telah menyatakan dengan firman-Nya: “Demikianlah (perintah Allah). Dan barang-siapa mengagungkan syi'ar-syi'ar agama Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” . Dan hendaklah orang yang suka mengabai-kan shalat Jum’at mengetahui bahwa dengan demikian itu dia telah melakukan perbuatan dosa besar sekaligus kejahatan yang besar. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengadzabnya dengan mengunci mati hatinya, sehingga dia tidak akan pernah tahu suatu kebaikan dan tidak juga dapat mengingkari ke-mungkaran. Dia pun tidak akan pernah merasakan nikmatnya Islam serta tidak pula merasakan manisnya iman.
Jumat, 1 Juni 2007 00:37:28 WIB
Barangsiapa berpendapat bahwa hukum asal shalat pada hari Jum’at adalah shalat Jum’at dan orang yang ketinggalan melakukannya atau orang yang tidak wajib atasnya shalat Jum’at -seperti orang yang sedang dalam perjalanan dan wanita-, maka wajib baginya hanya melakukan dua raka’at shalat Jum’at, sungguh orang yang berpendapat demikian telah menyalahi nash tanpa alasan. Kemudian saya melihat ash-Shan’ani menuturkan (II/74) seperti itu dan sesungguhnya orang yang ketinggalan dan tidak melakukan shalat Jum’at, maka ia harus melakukan shalat Zhuhur menurut kesepakatan para ulama, karena ia adalah penggantinya, dan inilah pendapat yang disepakati (ijma’). Demikianlah yang beliau ucapkan, dan kami telah mentahqiqnya di dalam risalah tersendiri.
Jumat, 25 Mei 2007 01:31:57 WIB
Shalat berjama’ah sah dilakukan walaupun hanya dengan seorang (makmum) bersama seorang imam, sedangkan shalat Jum’at merupakan salah satu dari shalat-shalat wajib lainnya. Barangsiapa yang mensyaratkan tambahan bilangan yang ada pada shalat berjama’ah, maka ia harus menunjukkan dalil pendapatnya itu, dan niscaya dia tidak akan mendapatkan dalilnya. Anehnya banyak sekali pendapat tentang bilangan tersebut hingga sampai lima belas pendapat, dan tidak ada dalil yang dijadikan landasan oleh mereka kecuali satu pendapat saja. Sesungguhnya shalat Jum’at sama dengan jumlah pada shalat-shalat (berjama’ah) yang lainnya. Bagaimana tidak, sedangkan syarat hanya bisa tetap bila ada dalil yang secara khusus menunjukkan bahwa suatu ibadah tidak sah kecuali dengan adanya syarat tersebut, penetapan syarat seperti ini (jumlah tertentu) sama sekali tidak berlandaskan atas sebuah dalil.
Senin, 19 Juni 2006 01:39:13 WIB
Tidak boleh menjama (menggabungkan) shalat Ashar dengan shalat Jum’at ketika diperbolehkan menjama antara shalat Ashar dan Dzuhur (karena ada alasan syar’i, seperti perjalanan,-red) . Seandainya seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh melintasi suatu daerah, lalu dia melakukan shalat Jum’at bersama kaum muslimin disana, maka (dia) tidak boleh menjama Ashar dengan shalat Jum’at. Seandainya ada seorang yang menderita penyakit sehingga diperbolehkan untuk menjama shalat, (lalu ia) menghadiri shalat dan mengerjakan shalat Jum’at, maka dia tidak boleh menjama shalat Ashar dengan shalat Jum’at. Dalilnya ialah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”
Kamis, 5 Mei 2005 17:35:43 WIB
Hari Jum’at merupakan hari raya bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, disunnahkan bagi mereka pada hari itu untuk mandi, mengena-kan pakaian yang bagus, serta memakai minyak wangi, dan bersiwak, juga berpenampilan dengan penampilan yang sebaik-baiknya: “Sesungguhnya Allah itu Indah dan menyukai keindahan.” Tetapi sebagian kaum muslimin menghiasi diri pada hari itu dengan beberapa kemaksiatan yang mereka anggap sebagai keindahan, padahal ia termasuk perbuatan yang sangat buruk, bahkan ia termasuk maksiat kepada Allah Ta’ala. Se-mentara maksiat itu dapat menghitamkan wajah, menggelapkan hati, sekaligus menjauhkan diri dari Rabb Subhanahu wa Ta'ala. Di antara kemaksiatan tersebut adalah memperindah diri dengan mencukur jenggot. Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang hal tersebut, sebagaimana yang beliau sabdakan: “Cukurlah kumis dan panjangkanlah jenggot.” Para ulama empat madzhab telah menyatakan haram terhadap pencukuran jenggot ini.
First Prev 1 2 3 4 5 Next Last
