Kategori Fiqih : Shalat Jum'at

Shalat Sunnat Jum'at

Rabu, 20 Februari 2008 07:58:56 WIB

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Apabila salah seorang di antara kalian mengerjakan shalat Jum’at, maka hendaklah dia mengerjakan shalat empat raka’at setelahnya”. Diriwayatkan oleh Muslim. Dan dalam sebuah riwayat disebutkan. “Barangsiapa di antara kalian akan mengerjakan shalat setelah shalat Jum’at, maka hendaklah dia mengerjakan empat rakaat” . Dapat saya katakan, kedua hadits di atas menunjukkan disyariatkannya shalat dua atau empat rakaat setelah Jum’at. Dengan pengertian, seorang muslim bisa mengerjakan salah satu dari keduanya. Dan yang lebih afdhal adalah shalat empat rakaat setelah shalat Jum’at. Hal itu sesuai dengan apa yang dijelaskan di dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, yang merupakan ketetapan dalam bentuk ucapan mengenai hal tersebut. Sunnat shalat ini –baik dikerjakan dua rakaat ataupun empat rakaat- lebih baik dikerjakan di rumah secara mutlak tanpa adanya pembedaan di dalam mengerjakannya

Khatib Memanjangkan Khutbah Dan Memendekkan Shalat, Khatib Mengangkat Kedua Tangan Ketika Berdo'a

Jumat, 3 Agustus 2007 01:57:51 WIB

Sebagian khatib ada yang memanjangkan khutbahnya sampai terasa membosankan sehingga bagian terakhir lupa pada bagian awalnya. Dan dengan demikian, akhirnya dia memendekkan shalat. Padahal jika melakukan sebaliknya, maka hal itu telah sesuai dengan Sunnah Nabi. Muslim telah meriwayatkan: “Dari Washil bin Hayyan, dia berkata, Abu Wa’il berkata, ‘Ammar pernah memberi khutbah kepada kami dengan singkat dan padat isinya. Dan ketika turun, kami katakan kepadanya, ‘Wahai Abu Yaqzhan, sesungguhnya engkau telah menyampaikan dan menyingkat khutbah, kalau saja engkau memanjangkannya". Maka dia menjawab, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan pendek khutbahnya menjadi ciri pemahaman yang baik dalam agama. Oleh karena itu, perpanjanglah shalat dan perpendeklah khutbah, dan sesungguhnya di antara bagian dari penjelasan itu mengandung daya tarik

Jama'ah Tidur Sementara Khatib Menyampaikan Khutbahnya, Tidak Menghadapkan Wajahnya Kepada Khatib

Jumat, 27 Juli 2007 00:40:14 WIB

Sebagian orang tertidur sementara khatib sudah berada di atas mimbar. Dan ini jelas salah dan dia harus dibangunkan untuk mendengarkan nasihat. Ibnu Sirin mengatakan, “Mereka memakruhkan tidur ketika khatib khutbah. Dan mereka berkata tegas mengenai hal tersebut". Dan disunnahkan bagi orang yang dihinggapi rasa kantuk untuk pindah dari tempatnya ke tempat lain di masjid. Mengenai hal tersebut telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban dengan sanad shahih dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. "Jika salah seorang di antara kalian mengantuk di tempat duduknya pada hari Jum’at, maka hendaklah dia pindah (bergeser) dari tempat itu ke tempat lainnya"

Bersiwak Dan Bersalaman Pada Saat Khutbah Berlangsung, Do'a Muadzin Diantara Dua Khutbah

Jumat, 20 Juli 2007 01:34:49 WIB

Di antara kesalahan yang tersebar luas di antara kaum muslimin adalah bersalaman saat khutbah Jum’at tengah berlangsung. Di mana Anda bisa dapatkan seseorang yang menyalami orang di sampingnya. Dan jika dia melihat orang yang dikenalnya, maka dia akan memberikan isyarat tangan kepadanya. Semuanya itu dilakukan saat khatib tengah berada di atas mimbar sehingga dikhawatirkan hal itu dapat melengahkan dan dapat mengurangi pahala Jum’at dan berubah menjadi shalat Zhuhur saja. Hal tersebut didasarkan pada apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah yang dinilai hasan oleh al-Albani dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Barangsiapa lengah dan melangkahi pundak orang-orang, maka shalat Jum’atnya itu menjadi shalat Zhuhur baginya

Tidak Menempati Barisan (Shaff) Pertama Meski Datang Lebih Awal, Berbicara Saat Khutbah Berlangsung

Jumat, 13 Juli 2007 01:19:28 WIB

Di antara jama’ah ada yang datang ke masjid lebih awal dan mendapati barisan pertama masih kosong, tetapi dia malah memilih untuk menempati barisan kedua atau ketiga agar bisa bersandar ke tiang misalnya, atau memilih barisan belakang sehingga dia bisa bersandar ke dinding misalnya. Semuanya itu bertentangan dengan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk segera menduduki barisan pertama yang didapatinya selama dia bisa sampai ke tempat tersebut, karena agungnya pahala yang ada padanya serta banyaknya keutamaan yang terkandung padanya. Dan seandainya dia tidak bisa sampai ke tempat itu kecuali dengan cara undian, maka hendaklah dia melakukan hal tersebut sehingga dia tidak kehilangan pahala yang melimpah itu. Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya orang-orang itu mengetahui apa yang terdapat pada seruan adzan dan shaff pertama kemudian mereka tidak mendapatkan jalan, kecuali harus melakukan undian, niscaya mereka akan melakukannya.”

Shalat Sunnah Qabliyah Jum'at, Meninggalkan Shalat Sunnah Ba'diyah Jum'at

Jumat, 6 Juli 2007 00:33:18 WIB

Di antara kaum muslimin ada yang setelah mendengar adzan pertama langsung berdiri dan mengerjakan shalat dua rakaat sebagai shalat sunnah Qabliyah Jum’at. Dalam hal ini perlu saya katakan, saudaraku yang mulia, shalat Jum’at itu tidak memiliki shalat sunnah Qabliyah, tetapi yang ada adalah shalat Ba’diyah Jum’at. Memang benar telah ditegaskan bahwa para Sahabat jika salah seorang dari mereka memasuki masjid sebelum shalat Jum’at, maka dia akan mengerjakan shalat sesuai kehendaknya, kemudian duduk dan tidak berdiri lagi untuk menunaikan shalat setelah adzan. Mereka mendengarkan khuthbah dan kemudian mengerjakan shalat Jum’at. Dengan demikian, shalat yang dikerjakan sebelum shalat Jum’at adalah shalat Tahiyyatul Masjid dan shalat sunnat mutlaq. Dan hadits-hadits yang diriwayatkan berkenaan dengan shalat sunnah Qabliyah Jum’at adalah dha’if, tidak bisa dijadikan hujjah (argumen), karena suatu amalan Sunnah itu tidak bisa ditetapkan, kecuali dengan hadits yang shahih lagi dapat diterima.

First  Prev  1  2  3  4  5  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin