Kategori Bahasan : Hadits (1)
Minggu, 30 Maret 2008 07:31:32 WIB
Orang yang masuk neraka dari golongan ahli maksiat tidak akan kekal dalam neraka seperti kekalnya orang kafir. Bahkan kekalnya orang yang membunuh, pezina atau orang yang bunuh diri di neraka tidak seperti kekalnya orang kafir. Kekalnya mereka di neraka ada batasnya menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tidak seperti Khawarij dan Mu’tazilah serta orang yang mengikuti manhaj mereka dari golongan ahli bid’ah (yang mengatakan bahwa mereka kekal sebagaimana orang kafir, tidak ada batasnya). Hadits-hadits shahih banyak diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan adanya syafaat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas umatnya yang termasuk ahli maksiat, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima syafaat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut berkali-kali. Setiap kali mengabulkan syafa’at, digariskan suatu batas, dan membebaskan mereka dari Neraka.
Kamis, 3 Januari 2008 10:48:33 WIB
Berkata Al Imam Ibnul Jauzi setelah meriwayatkan hadist di atas, "Hadist ini tidak sah datangnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan di dalam sanadnya terdapat Faa- id, telah berkata Ahmad bin Hambal : Faa-id matrukul hadist. Dan telah berkata Yahya (bin Ma'in): Tidak ada apa-apanya. Berkata Ibnu Hibban: Tidak boleh berhujjah dengannya. Berkata Al 'Uqailiy: Tidak ada mutabi'nya (pembantunya) di dalam hadist ini dari rawi yang seperti dia." Saya berkata : Tentang Faa-id bin Abdurrahman seorang rawi yang sangat lemah telah lalu sejumlah keterangan dari para Imam ahlul hadist di hadist kedua (no.2) dari kitab hadist- hadist dla'if dan maudlu. Silahkan meruju' bagi siapa yang mau. Hadist Alqamah batil bila ditinjau dari matannya. Karena tidak ada seorang pun Shahabat yang datang dari hadist-hadist yang sah yang durhaka kepada orangtuanya istimewa kepada ibunya. Bahkan ada sebaliknya, bahwa mereka adalah orang-orang yang sangat berbuat kebaikan (birrul walidain) kepada orang tua mereka apalagi kepada ibu mereka.
Kamis, 16 Agustus 2007 02:25:16 WIB
Suatu musibah besar yang menimpa kaum muslimin semenjak masa lalu adalah tersebarnya hadits dhaif (lemah) dan maudhu (palsu) di antara mereka. Saya tidak mengecualikan siapapun di antara mereka sekalipun ulama’-ulama’ mereka, kecuali siapa yang dikehendaki Allah di antara mereka dari kalangan para ulama’ Ahli Hadits dan penelitinya sepert Imam Bukhari, Imam Ahmad, Ibnu Main, Abu Hatim Ar Razi dan selain mereka. Dan dampak yang timbul dari penyebarannya adalah adanya kerusakan yang besar. (Karena) di antara hadits-hadits dhaif dan maudhu itu, terdapat masalah (yang berkenaan dengan) keyakinan kepada hal-hal ghaib, dan juga masalah-masalah syari’at. Dan pembaca yang mulia akan melihat hadits-hadits tersebut, insya Allah.
Jumat, 18 Mei 2007 03:54:30 WIB
Menurut Imam an Nawawi, para ulama telah menyebutkan beberapa faidah di balik perintah menutup bejana ini. Di antaranya dua faidah yang tersurat dalam hadits-hadits di atas. Pertama, terjaganya seorang muslim dari setan, karena setan tidak bisa membuka penutup atau membuka tali pengikat kantung air. Kedua, terjaganya seorang muslim dari wabah penyakit yang turun pada suatu malam pada setiap tahun. Ketiga, terjaganya dari benda-benda najis dan kotoran. Keempat, terjaganya seorang muslim dari serangga dan hewan-hewan melata, yang mungkin jatuh ke dalam (bejana) lalu dia meminumnya, sementara ia tidak mengetahuinya, sehingga ia mendapat bahaya karenanya. Lebih jauh, Dr. Hasan bin Ahmad al Fakki menjelaskan faidah dan hikmah di balik perintah ini di dalam kitabnya. Pertama. Apakah penjagaan tersebut karena tindakan menutup bejana semata-mata, atau karena menyebut nama Allah Ta’ala? Imam an Nawawi bersandar kepada zhahir sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu, karena sesungguhnya setan tidak bisa membuka penutup atau membuka tali pengikat kantung air. Sedangkan Imam Ibnu Daqiqil ‘Id meragukan keumuman makna ini. Beliau berkata,"Ada kemungkinan, hal ini dikhususkan dengan penyebutan nama Allah. Kemungkinan juga, penjagaan yang dimaksud berkenaan dengan jasad setan.
Kamis, 26 April 2007 15:49:03 WIB
Ibnu Hajar berkata : “Sungguh sudah terkenal perbuatan shahabat dan tabi’in dengan dasar hadits ahad dan tanpa penolakan. Maka telah sepakat mereka untuk menerima hadits ahad". Ibnu Abil ‘Izzi berkata : “Hadits ahad, jika para ummat menerima sebagai dasar amal dan membenarkannya, maka dapat memberikan ilmu yakin (kepastian) menurut jumhur ulama. Dan hadits ahad termasuk bagian hadits mutawatir, sedangkan bagi kalangan ulama Salaf tidak ada perselisihan dalam masalah ini”. Imam Ahmad rahimahullah berkata : “Semua yang datang dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan sanad baik, maka kita tetapkan dan bila tidak tetap (tidak sah) dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, dan kita tidak menerimanya maka kita kembalikan urusan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.”
Jumat, 4 Agustus 2006 01:02:08 WIB
Hadits-hadits shahih ini menunjukkan bahwa sesungguhnya bagi orang yang digoda oleh syetan dengan bisikannya, “Siapakah yang menciptakan Allah?”, dia harus menghindari perdebatan dalam menjawabnya, dengan mengatakan apa yang telah ada dalam hadits-hadits tersebut. Lebih amannya ialah dia mengatakan : “Saya beriman kepada Allah dan RasulNya. Allah Esa, Allah tempat meminta. Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. Kemudian hendaklah dia berisyarat meludah ke kiri tiga kali dan memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan, serta menepis keragu-raguan itu”. Pelajaran dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini jelas lebih bermanfaat dan lebih dapat mengusir keraguan daripada terlibat dalam perdebatan logika yang sengit diseputar persoalan ini.
First Prev 5 6 7 8 9 10 11 Next Last