Kategori Fiqih : Waris & Waqaf
Selasa, 31 Januari 2006 15:24:24 WIB
Ayah saya meninggal beberapa waktu yang lalu dan beliau meninggalkan sebuah rumah atas nama dirinya. Kami (ahli warisnya) bersepakat untuk menjual rumah tersebut dan membagikan hasilnya. Akan tetapi salah seorang saudara kami yang perempuan ingin melepaskan (mengikhlaskan) hak warisannya dan memberikan bagiannya kepada saya untuk membantu saya dalam menikah. Perlu diketahui bahwa saudara perempuan saya tersebut sudah menikah dan berada dalam kecukupan bersama suaminya. Apakah hal tersebut dibolehkan ? Berikanlah jawaban kepada saya, semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala membalas anda dengan kebaikan.
Rabu, 14 September 2005 07:18:25 WIB
Disyari'atkan bagi seseorang, bila anaknya meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anak, ketika ia masih hidup, untuk mewasiatkan bagi mereka (cucu-cucunya itu) bagian yang kurang dari sepertiganya walaupun paman-paman mereka tidak menyukai hal ini. Karena seseorang itu berhak menggunakan sepertiga hartanya setelah ia meninggal dunia. Jika cucu-cucu itu tidak ikut mewarisi maka dianjurkan untuk mewasiatkan bagian ayah mereka jika sebanyak sepertiganya atau kurang, sesuai dengan ijtihadnya. Kalau ia tidak berwasiat, maka cucu-cucunya itu tidak mendapatkan apa-apa kecuali jika paman-paman mereka mengizinkannya.
Selasa, 14 Juni 2005 07:17:59 WIB
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Seorang laki-laki meninggal dunia, ia tidak mempunyai istri tidak pula anak, tapi ada keponakan dari saudara kandungnya yang telah meninggal. Apakah keponakan-keponakan itu, baik laki-laki maupun perempuan, mewarisi harta pamannya yang meninggal itu ? Jawaban beliau : Jika kenyataannya seperti yang disebutkan oleh penanya, maka seluruh warisan itu menjadi hak anak-anak laki-laki saudaranya itu, adapun anak-anak perempuannya tidak mewarisi, demikian menurut ijma' kaum Muslimin berdasrkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Berikanlah bagian-bagian warisan itu kepada ahli warisnya, adapun selebihnya menjadi hak kerabat laki-laki yang paling dekat hubungannya (dengan si mayat)".
Rabu, 15 Desember 2004 07:22:22 WIB
Seorang wanita mengatakan : Saudara laki-laki saya meninggal, ia pernah menitipkan uang pada saya sebanyak 80.000 riyal sebagai amanat. Ia mempunyai soerang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Suatu saat, salah seorang anaknya menemui saya dan meminta uang tersebut, tapi saya mengingkarinya dengan alasan bahwa uang tersebut adalah pemberian untuk saya. Saudara saya mengetahui hal itu. Kemudian di lain waktu, anak perempuannya datang dan mengatakan, "Uang yang ditinggalkan ayahku adalah diamanatkan padamu". Setelah beberapa saat, saya takut Allah akan memberi hukuman pada saya karena amanat yang dibebankan kepada saya. Maka saya segera membagikan uang tersebut dengan sama rata kepada keduanya.
Selasa, 25 Mei 2004 07:33:03 WIB
Orang yang mengerjakan shalat, puasa dan rukun-rukun Islam lainnya, namun disamping itu ia pun meminta pertolongan kepada orang-orang yang telah meninggal, orang-orang yang tidak ada atau kepada malaikat dan sebagainya, maka ia seorang musyrik. Jika telah dinasehati namun tidak menerima dan tetap seperti itu sampai meninggal, maka ia telah melakukan syirik akbar yang mengeluarkannya dari agama Islam, sehingga tidak boleh dimandikan, tidak boleh dishalatkan jenazahnya, tidak boleh dikubur di pekuburan kaum Muslimin dan tidak boleh dimintakan ampunan untuknya serta warisannya tidak diwarisi oleh anak-anaknya, orang tuanya atau saudara-saudaranya atau lainnya yang muwahhid (yang tidak mempersekutukan Allah). Hal ini karena perbedaan agama mereka dengan si mayat.
Rabu, 5 Mei 2004 11:36:42 WIB
Saya mewarisi harta dari seorang kerabat. Dalam hal ini ikut pula mewarisi seorang putrinya dan dua orang istrinya. Selang beberapa waktu, baru diketahui bahwa yang meninggal itu mempuyai banyak utang, namun para ahli waris yang lain enggan ikut melunasi utang-utang tersebut, sementara saya merasa kasihan terhadap yang telah meninggal itu karena kelak akan dimintai pertanggung jawab di hadapan Allah, maka saya memutuskan untuk berbisnis dengan harta yang ada pada saya agar bisa berkembang lalu saya bisa melunasi utang-utangnya, karena utang-utang tersebut melebihi harta yang ada pada saya. Bagaimana hukumnya.?
First Prev 1 2 3 4 5 Next Last
