Kategori Fiqih : Makanan
Minggu, 22 Agustus 2010 02:16:00 WIB
Pendapat yang benar, air itu tidak najis kecuali jika berubah (salah satu dari tiga sifat di atas-pent), karena analisa dan qiyas (analog) mengarah pada kesimpulan ini. Karena, jika air itu berubah dengan sebab benda najis, berarti najis tersebut telah memberikan pengaruh buruk padanya. Jika air tidak berubah, bagaimana mungkin kita menetapkan hokum najis pada air tersebut ? Jika sudah jelas bahwa hukum kenajisan air tergantung pada perubahan air itu, maka jika perubahan (akibat benda najis tersebut-red) itu telah hilang melalui metode apa saja, berarti air itu telah suci kembali. Karena hukum sesuatu tergantung pada ada atau tidak adanya sebab. Para Ulama –rahimahumullâh- menyatakan, air yang banyak yaitu mencapai dua qulah, jika perubahannya (akibat benda najis-red) telah hilang, meski berubah sendiri tanpa usaha apapun, maka air itu suci kembali. Tentang daur ulang air, baik yang pertama ataupun yang berikutnya, namun tidak menghilangkan pengaruh najis, maka tidak boleh dimanfaatkan untuk bersuci atau dikonsumsi, karena pengaruh najis masih tersisa. Kecuali jika yang tersisa ini ini tidak mempengaruhi aroma, rasa dan warna air sama sekali. Ketika itu, air tersebut suci kembali dan bisa dimanfaatkan untuk bersuci dan konsumsi.
Kamis, 1 Juli 2010 15:58:49 WIB
Saling berkunjung sesama kerabat, teman maupun sejawat merupakan kebiasaan yang tak bisa dihindari. Keinginan berkunjung dan dikunjungi selalu ada harapan. Demikianlah, suatu saat kita akan kedatangan tamu, baik diundang maupun tidak. Bahkan pada momen-momen tertentu, kedatangan tamu sangat gencar. Islam mengajarkan bagi siapa saja yang menjadi tuan rumah, supaya menghormati tamu. Penghormatan itu tidak sebatas pada tutur kata yang halus untuk menyambutnya, akan tetapi, juga dengan perbuatan yang menyenangkan. Misalnya dengan memberikan jamuan, meski hanya sekedarnya. Sikap memuliakan tamu, bukan hanya mencerminkan kemuliaan hati tuan rumah kepada tamu-tamunya. Memuliakan tamu, juga menjadi salah satu tanda tingkat keimanan seseorang kepada Allah dan Hari Akhir. Dengan jamuan yang disuguhkan, ia berharap pahala dan balasan dari Allah pada hari Kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya" Imam Ahmad rahimahullah dan sejumlah ulama lainnya, seperti dikutip oleh Ibnu Katsîr rahimahullah, berpendapat wajibnya memberikan dhiyaafah (jamuan) kepada orang yang singgah (tamu). Hal ini berdasarkan ayat di atas dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Senin, 28 Juni 2010 00:46:51 WIB
Daging yang diimpor dari selain negeri kaum muslimin, ada dua jenis. Pertama : Daging-daging itu berasal dari negeri Ahli Kitab, maksudnya negeri yang penduduknya beragama Nasrani atau Yahudi, dan yang melakukan penyembelihan adalah salah seorang Ahli Kitab dengan penyembelihan yang sesuai syariat. Daging jenis ini halal dikonsumsi oleh kaum muslimin berdasarkan ijma’ karena firman Allah Azza wa Jalla :"Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka". Kata tha’amuhum, maksudnya adalah sembelihan mereka berdasarkan ijma' ulama. Karena selain sembelihan, seperti biji-bijian, buah-buahan dan lain sebagainya halal, baik berasal dari Ahli Kitab ataupun yang lainnya. Kedua : Daging yang diimpor dari negeri bukan negeri Ahli Kitab, seperti negeri komunis, negeri paganis (penyembah patung). Daging-daging ini tidak boleh dikonsumsi oleh kaum muslimin, selama penyembelihannya tidak dilakukan oleh seorang Muslim atau seorang Ahlu Kitab (dengan cara penyembelihan yang sesuai syariat, Red). Jika penyembelihnya diragukan agamanya, atau metode penyembelihannya diragukan, apakah dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat atau tidak, maka seorang muslim diperintahkan untuk berhati-hati dan meninggalkan yang syubhat (samar). Sedangkan (daging-daging) yang tidak mengandung syubhat sudah bisa mencukupi (mudah didapat).
Rabu, 25 Nopember 2009 17:29:29 WIB
Air Zam-Zam bukanlah air yang asing bagi kaum Muslimin. Air ini mempunyai keutamaan yang sangat banyak. Rasulullah telah menjelaskan kegunaan air tersebut. Beliau bersabda,"Sebaik-baik air yang ada di muka bumi adalah Zam-Zam. Di dalamnya terdapat makanan yang mengenyangkan dan penawar penyakit." Apa rahasia dibalik air yang banyak memiliki khasiat dan penuh barakah ini?akna Zam-Zam. Kata Zam-Zam dalam bahasa Arab berarti, yang banyak atau melimpah. Adapun air Zam-Zam yang dimaksud oleh syari'at, yaitu air yang berasal dari sumur Zam-Zam. Letaknya dengan Ka'bah, berjarak sekitar 38 hasta. Dinamakan Zam-Zam, sesuai dengan artinya, karena memang air dari sumur tersebut sangat banyak dan berlimpah. Tidak habis walau sudah diambil dan dibawa setiap harinya ke seluruh penjuru dunia oleh kaum Muslimin. Dinamakan dengan Zam-Zam, bisa juga diambil dari perbuatan Hajar. Ketika air Zam-Zam terpancar, ia segera mengumpulkan dan membendungnya. Atau diambil dari galian Malaikat Jibril dan perkataannya, ketika ia berkata kepada Hajar. Disebutkan juga, bahwa nama Zam-Zam adalah 'alam, atau nama asal yang berdiri sendiri, bukan berasal dari kalimat atau kata lain. Atau juga diambil dari suara air Zam-Zam tersebut, karena zamzamatul ma` adalah, suara air itu sendiri.
Selasa, 13 Mei 2008 10:03:14 WIB
Tentang tahlilan (pesta kematian) telah terjawab di atas. Hal itu termasuk bid’ah dan maksiat. Adapun makanannya, jika berupa daging, maka sebaiknya ditinggalkan. Karena, dikhawatirkan termasuk binatang yang disembelih untuk selain Allah. Adapun selain dagingnya, maka halal. Namun bagi orang yang mengetahui dan melihat kemungkaran, dia wajib untuk mengingkari dan menjelasakannya, agar tidak disangka bahwa diamnya dan pengambilannya itu merupakan dalil tentang bolehnya kegiatan tersebut. Mirip dengan ini, yaitu makanan atau benda yang dijadikan sesaji untuk berhala. Syaikh Muhammad Hamid Al Fiqi rahimahullah mengatakan: “Dan demikian juga setiap makanan, minuman, atau lainnya yang disebut nama (Allah), karena untuk nadzar atau qurbah (mendekatkan diri, yaitu sesaji) untuk selain Allah (hukumnya sama dengan binatang yang disembelih untuk selain Allah). Maka seluruh makanan yang dibuat untuk dibagikan kepada orang-orang yang i’tikaf (semedi, tirakat) di dekat kubur-kubur atau thaghut-thaghut, atas namanya atau berkatnya, itu termasuk kategori yang disembelih untuk selain Allah”.
Selasa, 18 September 2007 08:02:09 WIB
Lafazh kurma tercantum dalam hadits yang berkaitan dengan anjuran untuk senantiasa membaca Al-Qur’an. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Perumpamaan seorang mukmin yang sedang membaca Al-Qur’an adalah seperti utrujah (lemon), baunya harum dan rasanya enak, sedangkan perimpamaan seorang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an adalah seperti sebutir kurma, tidak ada baunya dan rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur’an adalah seperti daun kemangi, baunya wangi namun rasanya pahit, sedangkan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an adalah seperti buah labu pahit (sejenis pare) yang tidak ada baunya dan rasanyapun pahit”
First Prev 1 2 3 4 5 Next Last