Kategori Al-Qur'an : Tafsir
Rabu, 24 Agustus 2011 07:21:25 WIB
Muhammad Amin Asy Syinqithi berkata: "Tidak pernah ada ketentuan (pembatasan) yang memastikan waktu terjadinya malam itu (Lailatul Qadr) pada bulan Ramadhan. Para ulama telah banyak membawakan pendapat (perkataan) dan nash-nash. Di antara perkataan (para ulama) tersebut ada yang sangat umum. (Bahwa Lailatul Qadr) mungkin terjadi pada setahun penuh, akan tetapi ini tidak mengandung hal yang baru. Perkataan ini dinisbatkan kepada Ibnu Mas’ud, tetapi (sebetulnya) maksudnya ialah (agar manusia) bersungguh-sungguh (dalam mencarinya). Ada yang mengatakan bahwa malam itu (mungkin) terjadi pada bulan Ramadhan seluruhnya. (Mereka) berdalil dengan keumuman nash-nash Al Qur`an. Ada pula yang berkata, Lailatul Qadr mungkin terjadi pada sepuluh malam terakhir. Pendapat ini lebih khusus dari sebelumnya. Dan ada yang berpendapat, malam itu terjadi pada malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir tersebut. Maka dari sini, ada yang berpendapat pada malam ke dua puluh satu, ke dua puluh tiga, ke dua puluh lima, ke dua puluh tujuh, ke dua puluh sembilan, dan malam terakhir, sesuai dengan masing-masing nash yang menunjukkan terjadinya Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil tersebut. Akan tetapi, yang paling mashur dan shahih (dari nash-nash tersebut) adalah pada malam ke dua puluh tujuh dan dua puluh satu… (Dengan demikian), apabila seluruh nash yang menerangkan Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil tersebut semuanya shahih, maka besar kemungkinan Lailatul Qadr terjadi pada malam-malam ganjil tersebut.
Selasa, 23 Agustus 2011 00:09:23 WIB
Sebagian besar ulama tafsir berpendapat, surat Al Qadr adalah Makkiyah (yang diturunkan sebelum hijrah). Adapun penamaan surat ini dengan Al Qadr, karena surat ini menerangkan keutamaan dan tingginya kedudukan Al Qur`an, yang juga diturunkan pada malam yang sangat mulia. Dan dinamakan Lailatul Qadr, karena kedudukannya yang begitu agung dan mulia di sisi Allah. Oleh karenanya malam itu penuh dengan keberkahan. Allah berfirman: إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ (Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi). Ibnu Katsir berkata,”(Malam yang diberkahi) itulah Lailatul Qadr, (yang terjadi) pada bulan Ramadhan, sebagaiman firman Allah Ta’ala شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ (Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur`an). Ibnu Abbas dan yang lainnya berkata: “Allah telah menurunkan Al Qur`an dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (di langit dunia) secara langsung (sekaligus), kemudian menurunkannya kepada Rasulullah secara berangsur-angsur sesuai dengan peristiwa-peristiwa (yang terjadi semasa hidupnya) selama dua puluh tiga tahun”. Adapun yang berkenaan dengan asbabun nuzul (sebab turunnya) surat ini, maka tidak ada satupun riwayat shahihah yang bisa dijadikan hujjah ataupun dalil. At Tirmidzi pernah menyebutkan sebuah hadits yang masih erat kaitannya dengan sebab turunnya surat ini. Sengaja kami bawakan untuk menghapus persepsi buruk sebagian kaum muslimin terhadap sejarah pemerintahan Bani Umayah.
Jumat, 12 Agustus 2011 23:32:15 WIB
Wajib atas setiap Muslim untuk beriman bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha dekat lagi Maha mengabulkan doa. Allah Subhanahu wa Ta’ala dekat kepada hamba yang berdoa, mendengarnya dan mengabulkannya kapanpun Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki. Kedekatan itu adalah kedekatan ilmu dan pengawasan-Nya, sesuai dengan kesempurnaan sifat bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata “Sifat “kedekatan” Allah Subhanahu wa Ta’ala ada dua macam; kedekatan dengan ilmu-Nya (mengetahui) seluruh makhluk-Nya, dan kedekatan kepada hamba yang beribadah serta berdoa sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa dan memberikan pertolongan maupun taufik-Nya. Barangsiapa berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati yang konsentrasi dan doa yang disyariatkan, serta tidak terhalangi dengan penghalang apapun bagi terkabulnya doa tersebut; seperti memakan yang haram atau selainnya, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berjanji untuk mengabulkannya. Terlebih jika ia mengupayakan segala sebab dikabulkannya doa (tersebut) yaitu dengan menjawab panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui ketaatan terhadap segala perintah-Nya dan patuh menjauhi segala larangan-Nya baik dalam perkataan maupun perbuatan disertai keimanan (tentunya) akan menyebabkan terkabulnya doa”
Senin, 18 Juli 2011 23:20:37 WIB
Yang perlu diketahui, Ulama ahli tafsir berbeda pendapat mengenai pengertian kata al-wurûd (mendatangi neraka) dalam ayat tersebut. Sebagian Ulama menyatakan, maksudnya neraka dihadirkan di hadapan segenap makhluk, sehingga semua orang akan merasa ketakutan. Setelah itu, Allah Azza wa Jalla menyelamatkan kaum muttaqîn (orang-orang yang bertakwa). Atau menurut penafsiran yang lain, semua makhluk akan memasukinya. Meski kaum Mukminin memasukinya, akan tetapi neraka akan menjadi dingin dan keselamatan bagi mereka. Di samping itu, terdapat penafsiran lain yang memaknainya dengan mendekati neraka. Dan ada yang menafsirkan bahwa maksudnya adalah panas badan yang dialami kaum Mukminin saat menderita sakit panas. Syaikh ‘Abdul Muhsin menyatakan bahwa penafsiran paling populer mengenai ayat di atas ada dua pendapat. Pertama, semua memasuki neraka, akan tetapi mereka (kaum Mukminin) tidak mengalami bahaya. Kedua, mereka semua melewati shirâth (jembatan) sesuai dengan kadar amal shalehnya.Jembatan ini terbentang di atas permukaan neraka Jahannam. Jadi, orang yang melewatinya dikatakan telah mendatangi neraka. Penafsiran ini dinukil Ibnu Katsîr rahimahullahdari Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu ‘anhu. Dari dua pendapat ini, Imam Ibnul Abil ‘Izzi rahimahullah (wafat tahun 792 H) memandang bahwa pendapat kedua itulah yang paling kuat dan râjih.
Kamis, 26 Mei 2011 22:59:20 WIB
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan sifat menepati nadzar yang merupakan kewajiban tingkat terendah. Lantaran manusialah yang mewajibkannya atas dirinya sendiri (bukan Allah). Tingkatannya di bawah kewajiban yang Allah gariskan kepadanya. Bila manusia telah memenuhi kewajiban yang paling lunak di antara dua kewajiban yang ia pegangi itu, sudah tentu dan pasti ia akan lebih memperhatian untuk menjalankan kewajiban yang lebih agung yang telah Allah wajibkan atas dirinya. Dari sini, sejumlah ahli tafsir menyatakan, kalangan muqarrabun telah menepati ketaatan kepada Allah dan menjalankan hak-Nya yang menjadi kewajiban mereka. Demikian ini, karena jika seorang hamba telah mengikrarkan sebuah nadzar bagi Allah sebagai amalan ketaatan, lantas memenuhinya, berarti ia menjalankannya semata-mata hanya lantaran telah menjadi hak milik Allah yang wajib ia tunaikan. Hak ini berada dalam lingkup hak-hak Allah, sama dengan yang lain. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, mereka adalah manusia-manusia yang takut kepada hari yang sulit lagi sangat dingin. Yakni hari Kiamat. Ketakutan mereka kepada hari Kiamat nampak dari keimanan mereka kepada hari Akhir, pengekangan diri dari berbuat maksiat yang akan mendatangkan malapetaka, pelaksanaan amal-amal ketaatan yang bermanfaat bagi mereka dan sebaliknya, mereka pun meninggalkan perbuatan yang akan berbuah mudharat bagi mereka.
Minggu, 23 Januari 2011 23:31:02 WIB
Akhir-akhir ini nampak fenomena, adanya sebagian kaum Muslimin yang silau dengan tatanan kehidupan orang kafir yang begitu apik. Ketakjuban sebagian kaum Muslimin, lantaran orang-orang kafir sangat menjaga kedisiplinan, kerapihan, kebersihan, juga kesehatan. Juga karena kemajuan teknologi informasi, komunikasi ataupun peradaban dunia yang telah mereka capai. Padahal itu hanyalah gambaran secara parsial semata. Di balik itu semua, perangai mereka bagaikan serigala yang sangat lapar, memendam dendam kepada kaum Muslimin. Mereka menunggu waktu yang tepat untuk menancapkan kaki-kaki demi menguasai umat Muhammad Shalalllahu 'alaihi wa sallam. Belum lagi dengan kekufuran yang menancap dalam hati, maka dengan tipu muslihatnya, mereka berusaha menyembunyikan tipu dayanya kepada kaum Muslimin. Sehingga sangat aneh, apabila ada seorang muslim yang terpana dan terpesona, dan akhirnya menyanjung orang-orang kafir. Masih membekas di ingatan, kebengisan mereka, kaum imperialis kolonialis (Barat), ketika menjajah tanah kaum Muslimin. Mereka merampak hak dan kehormatan kaum Muslimin. Berbagai jenis siksaan, pembunuhan, pengusiran, hinaan dan perampasan serta tindakan aniaya lainnya, mereka lakukan tanpa peri kemanusian. Adapun pada masa sekarang, dengan semangat kapitalis, mereka pun tetap menjajah negeri-negeri kaum Muslimin. Apakah pantas mereka dipuja?
First Prev 1 2 3 4 5 6 Next Last