Kategori Fiqih : Puasa

Sikap Orang Terhadap Ramadhan?

Rabu, 27 Juli 2011 21:51:58 WIB

Mereka menyambut Ramadhan dengan banyak berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla dan membaca al-Qur‘ân dengan rutin, melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar, dan memberikan sedekah kepada orang-orang fakir dan yang membutuhkan dan dengan memberikan buka kepada orang yang berpuasa. Karena dengan memberi makan orang yang berpuasa, akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa. Mereka menyibukkan diri mereka dengan cara berdzikir dan mengkhatamkan al-Qur‘ân. Sehingga mereka mendapatkan pahala yang sempurna pada akhir bulan, mendapatkan lailatul qadr dan mendapatkan kemenangan dengan pahala dari Allah Azza wa Jalla. Mereka berharap mendapatkan ampunan dari berbagai dosa. Setelah keluar dari Ramadhan, keadaan mereka seperti ketika dilahirkan dari perut ibu mereka. Mereka mendapatkan pahala pada hari iedul fitri. Mereka menyelesaikan Ramadhan dalam keadaan mendapat ampunan. Dan mereka adalah orang-orang yang berdoa kepada Allah Azza wa Jalla selama berbulan-bulan agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan; karena mereka mengetahui keutamaan bulan itu. Ramadhan merupakan saat-saat kebaikan dan berlomba-lomba dalam mendekatkan diri.

Hisab Dan Penentuan Awal Ramadhan Dan Syawal

Rabu, 8 September 2010 16:35:51 WIB

Hukum berpuasa Ramadhan dan berbuka dari bulan Ramadhan bergantung kepada rukyah hilal. Tidak berpuasa kecuali dengan melihatnya dan tidak berbuka dari Ramadhan kecuali dengan melihatnya langsung dan seandainya melihat dengan alat teropong dan alat-alat yang dapat memperjelas penglihatan maka itu dianggap sebagai penglihatan dengan mata. Rukyah (melihat hilal) lah yang menjadi dasar syar’i dalam hukum puasa dan Idul Fithri. Adapun hisab tidak dapat dijadikan sandaran dalam penentuan puasa menurut syari’at. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Tidak diragukan lagi hal ini telah ditetapkan dengan dasar sunnah yang shahih dan atsar para sahabat, sungguh tidak boleh bersandar kepada hisab. Orang yang bersandara kepada hisab telah menyimpang dari syari’at dan berbuat kebid’ahan dalam agama. Dia telah salah secara akal dan ilmu hisab sendiri, karena ulama hisab telah mengetahui bahwa rukyat tidak dapat ditentukan dengan perkara hisab, karena hilal tersebut berbeda-beda sesuai dengan perbedaan ketinggian dan kerendahan suatu tempat dan lainnya. Imam Ibnu Daqiqil Ied berkata: Menurut pendapat saya, hisab tidak boleh dijadikan sandaraan dalam puasa.

Beberapa Kekeliruan Kaum Muslimin Seputar Lailatul Qadar

Kamis, 2 September 2010 16:58:06 WIB

Keyakinan sebagian orang, bahwa lailatul qadar itu memiliki beberapa tanda yang dapat diraih oleh sebagian orang. Lalu orang-orang ini merangkai cerita-cerita khurafat dan khayal. Mereka mengaku melihat cahaya dari langit, atau mereka dibukakan pintu langit dan lain sebagainya. Semoga Allah merahmati Ibnu Hajar, ketika beliau rahimahullah menyebutkan dalam Fathul Bari 4/266, bahwa hikmah disembunyikannya lailatul qadar, ialah agar timbul kesungguh-sungguhan dalam mencarinya. Berbeda jika malam qadar tersebut ditentukan, maka kesungguhansungguhan hanya sebatas pada malam tertentu itu. Kemudian Ibnu Hajar menukil riwayat dari Ath-Thabari rahimahullah, bahwa beliau rahimahullah memilih pendapat (yang menyatakan, pent.), semua tanda itu tidaklah harus terjadi. Dan diraihnya lailatul qadar itu tidak disyaratkan harus dengan melihat atau mendengar sesuatu. Ath Thabari lalu mengatakan, "Dalam hal dirahasiakannya lailatul qadar, terdapat bukti kebohongan orang yang beranggapan, bahwa pada malam itu akan ada hal-hal yang dapat terlihat mata, apa yang tidak dapat terlihat pada seluruh malam yang lain. Jika pernyataan itu benar, tentu lailatul qadar itu akan tampak bagi setiap orang yang menghidupkan malam-malam selama setahun, utamanya malam-malam Ramadhan".

Tiga Ibadah Penting Dalam Bulan Ramadhan

Kamis, 26 Agustus 2010 15:53:50 WIB

Adapun kepada para imam yang menjadi imam dalam shalat terawih, hendaknya bertaqwa kepada Allah Azza wa Jalla dalam menjalankannya. Seorang imam hendaklah tetap menjaga thuma’ninah dan dengan perlahan-perlahan, sehingga para ma'mum memiliki kesempatan untuk menjalankan hal-hal yang diwajibkan atau disunatkan, sesuai dengan kemampuannya. Sungguh, pada masa sekarang ini, kita melihat fenomena yang amat menyedihkan. Ada di antara para imam yang melaksanakan shalat tarawih secara cepat, sehingga meninggalkan thuma’ninah. Padahal, thuma'ninah merupakan salah satu rukun shalat. Pelaksanaan ibadah shalat yang tidak memperhatikan thuma'ninah adalah haram. Hal ini disebabkan : Pertama, karena ia meninggalkan thuma'ninah. Kedua, meskipun tidak sampai meninggalkan thuma'ninah, akan tetapi perbuatan imam tersebut telah menyebabkan orang-orang yang ma'mum kepadanya merasa kelelahan, dan tidak bisa melaksanakan yang seharusnya mereka lakukan. Dan perlu diketahui, orang yang menjadi imam dalam shalat, tidaklah sama dengan shalat sendirian. Seorang imam wajib memperhatikan para ma'mumnya, menunaikan amanah yang ada di pundaknya, serta melaksanakan shalat sebagaimana mestinya.

Menentukan Ramadhan

Sabtu, 10 April 2010 15:41:06 WIB

Oleh kerenanya Ibnu Taimiyah berkata: Kita sudah mengetahui dengan pasti bahwa termasuk dalam agama Islam, yaitu beramal dengan melihat hilal puasa, haji, atau iddah (masa menunggu), atau yang lainnya dari hukum-hukum yang berhubungan dengan hilal. Adapun pengambilan dengan cara mengambil berita orang yang menghitungnya dengan hisab, baik dia melihat ataupun tidak, maka tidak boleh. Nash-nash yang masyhur dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini cukup banyak, dan kaum musliminpun telah Ijma’ atasnya, dan sama sekali tidak diketahui adanya perselisihan baik (pada waktu) terdahulu ataupun sekarang, kecuali sebagian mutafaqqihah mutaakhirin setelah tahun tiga ratusan, (yang) menyatakan, jika hilal terhalang mendung, diperbolehkan al hasib (orang yang bisa menghisab) beramal dengan hisab untuk dirinya sendiri. Jika hisab menunjukkan ru’yah maka ia berpuasa, kalau tidak, maka tidak boleh. Pendapat ini, walaupun terbatas pada keadaan mendung dan khusus untuk orang yang menghisab saja, namun tetap merupakan pendapat syadz (aneh) yang menyelisihi Ijma’ yang ada. Sedangkan mengikuti hisab pada keadaan cerah, atau menentukan perkara syari’at umum yang lain dengan hisab, maka ini tidak dikatakan oleh seorang muslimpun.

Macam-Macam Puasa

Minggu, 27 September 2009 23:14:22 WIB

Setiap kewajiban memiliki satu nafilah (sunnah) yang mempertahankan keberadaannya serta menyempurnakan kekurangannya. Shalat lima waktu misalnya, memiliki shalat-shalat sunnah, baik sebelum maupun sesudahnya. Demikian juga dengan zakat, yang memiliki shadaqah sunnah. Haji dan umrah merupakan hal yang wajib dikerjakan sekali seumur hidup, sedangkan selebihnya adalah sunnah. Puasa wajib dikerjakan pada bulan Ramadhan, sedangkan puasa sunnah banyak sekali, di antaranya puasa sunnah yang tidak pasti, seperti puasa bagi orang yang tidak mampu me-nikah. Puasa sunnah yang ditentukan, misalnya puasa enam hari di bulan Syawwal, karena barangsiapa mengerjakan puasa ini se-telah Ramadhan, maka seakan-akan dia telah berpuasa sepanjang tahun. Hal tersebut didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ayyub al-Anshari Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia seperti puasa ad-Dahr.”

First  Prev  1  2  3  4  5  6  7  8  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin