Kategori Fiqih : Bisnis & Riba

Mencari Solusi Bank Syariah

Rabu, 16 Desember 2009 15:52:42 WIB

Badan-badan keuangan yang menamakan dirinya sebagai perbankan syariah seakan tidak sepenuh hati dalam menerapkan sistem perekonomian Islam. Badan-badan tersebut berusaha untuk menghindari sunnatullah yang telah Allah Ta'ala tentukan dalam dunia usaha. Sunnatullah tersebut berupa pasangan sejoli yang tidak mungkin dipisahkan, yaitu untung dan rugi. Operator perbankan syariah senantiasa menghentikan langkah syariat pada tahap yang aman dan tidak berisiko. Oleh karena itu, perbankan syariah yang ada –biasanya- tidak atau belum memiliki usaha nyata yang dapat menghasilkan keuntungan. Semua jenis produk perbankan yang mereka tawarkan hanyalah sebatas pembiayaan dan pendanaan. Dengan demikian, pada setiap unit usaha yang dikelola, peran perbankan hanya sebagai penyalur dana nasabah. Sebagai contoh nyata dari produk perbankan yang ada ialah mudharabah. Operator perbankan tidak berperan sebagai pelaku usaha, akan tetapi sebagai penyalur dana nasabah. Hal ini mereka lakukan, karena takut dari berbagai resiko usaha, dan hanya ingin mendapatkan keuntungan. Bila demikian ini keadaannya, maka keuntungan yang diperoleh atau dipersyaratkan oleh perbankan kepada nasabah pelaksana usaha adalah haram, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama, di antaranya sebagaimana yang ditegaskan oleh Imam an-Nawawi di atas. Andai kita menutup mata dari kedua hal di atas, maka masih ada masalah besar yang menghadang langkah perbankan syariah di negeri kita. Hal tersebut ialah, ketidaksiapan operator perbankan untuk ikut menanggung resiko mudharabah yang mereka jalin dengan para pelaku usaha.

Karakteristik Lembaga Keuangan (Bank) Syari'at (Sebuah Wacana)

Sabtu, 12 Desember 2009 17:34:25 WIB

Sebagaimana sudah dimaklumi bahwa berkembangnya bank konvensional ribawi di negeri-negeri Islam seiring dengan kedatangan bangsa kolonial (penjajah). Kesamaan masa pendudukan kolonial dengan berdirinya bank-bank ini di masyarakat Islam membenarkan pendapat jika bank-bank tersebut dibangun dengan sengaja untuk membantu penjajah dalam menguasai perekonomian. Sisi lainnya, juga menanamkan pada masyarakat, adanya ketidaksesuaian antara yang mereka yakini tentang haramnya riba dengan kenyataan aktifitas masyarakat yang tidak lepas dari riba. Demikian juga, bank-bank ribawi dibangun untuk menancapkan benih-benih keraguan tentang syariat Islam pada masa kini. Namun Allah telah menjamin kebenaran syariat-Nya dan memudahkan manusia untuk berfikir ulang tentang bahaya riba yang telah menimpa umat manusia dewasa ini. Hingga akhirnya banyak orang yang berfikir untuk membangun bank-bank berdasarkan syariat Islam. Tentu saja tantangan mewujudkan bank dengan sistem syariat ini cukup berat, karena harus meyakinkan masyarakat bahwa bank yang sesuai syariat itu dapat menjadi solusi pengganti bank-bank ribawi.

Pertumbuhan Bank Syariat

Jumat, 11 Desember 2009 15:52:34 WIB

Dalam syariat Islam bahwa riba adalah sesuatu yang diharamkan. Ironisnya, jaringan ribawi ini telah menyebar dalam kehidupan kaum muslimin dan masyarakat secara umum seperti pembuluh darah dalam tubuh manusia, sehingga merusak tatanan masyarakat dan merusak keindahan Islam. Bahkan yang lebih ironis lagi, ada di antara kaum muslimin yang berkeyakinan dan memandang praktek ribawi merupakan satu-satunya cara menumbuhkan perekonomian negara dan masyarakatnya. Demikianlah pengaruh buruk penjajahan yang telah menanamkan ke tubuh negara jajahannya muamalah ribawi ini, sebab sistem ini masuk ke dalam negara-negara kaum muslimin melalui tangan dan jerih payah mereka. Sehingga, kaum muslimin pun akhirnya mengambil sistem ini dari negara kafir yang menjajahnya. Maka hendaklah kita menyadari, bahwa negara-negara kafir tidak pernah peduli dengan pertumbuhan keagamaan, dan mereka memisah agama dari kehidupan ekonomi. Mereka tidak memiliki timbangan akhlak. Bahkan yang kuat dan memiliki kapital besarlah yang akan berkuasa walaupun mereka mendapatkannya dengan bantuan orang-orang fakir dan miskin.

Apa Dan Bagaimanakah Al-Wadi`ah?

Kamis, 10 Desember 2009 15:44:59 WIB

Al-Wadi`ah (atau penitipan), kata ini diambilkan dari barang yang ditinggalkan pada orang yang diminta untuk menjaganya, dengan tanpa ganti/biaya beban. Wadi`ah, pada dasarnya merupakan akad yang bersifat sosial, dan bukan bersifat komersil. Akad al-Wadi`ah ini berdiri berdasarkan kasih sayang dan tolong menolong, sehingga tidak mengharuskan adanya imbalan dalam menjaga titipan tersebut. Transaksi wadi`ah ini merupakan akad yang bersifat jaiz (boleh) dari dua belah pihak. Masing-masing di antara keduanya berhak untuk membatalkan akad yang berlangsung, kapanpun juga. Ridha tidaknya pihak yang dibatalkan tidak ada pengaruhnya. Dan akad ini, secara otomatis terputus, bila salah satu dari keduanya meninggal atau hilang akalnya karena gila atau sakit. Bagi seseorang yang menerima titipan atau amanah ini, wajib untuk menjaganya seperti miliknya sendiri. Karenanya, bila barang titipan itu hilang atau rusak, maka pihak yang dititipi tidak wajib dimintakan ganti atau pertanggungjawabannya, karena ia sebagai orang yang dipercaya oleh si penitip, selama pihak yang dititipi tidak berbuat lalai dan aniaya dalam penjagaan. Bila terjadi kelalaian dan perbuatan aniaya, maka wajib bagi yang dititipi untuk menggantinya dan bertanggung jawab dengan barang tersebut, karena ia telah merusak harta dan barang orang lain.

Bagaimanakah Jual Beli Murabahah?

Selasa, 8 Desember 2009 16:35:18 WIB

Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ), yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Sedangkan menurut definisi para ulama terdahulu, ialah jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui. Hakikatnya, ialah menjual barang dengan harga (modal) nya yang diketahui oleh dua belah pihak yang bertransaksi (penjual dan pembeli) dengan keuntungan yang diketahui keduanya. Sehingga –misalnya- penjual mengatakan, modalnya adalah seratus ribu rupiah, dan saya jual kepada anda dengan keuntungan sepuluh ribu rupiah. Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah mengatakan: Inilah pengertian yang ada dalam pernyataan mereka, "saya menjual barang ini dengan sistem Murabahah", … Rukun akad ini ialah sepengetahuan kedua belah pihak tentang nilai modal pembelian dan nilai keuntungannya; karena hal itu diketahui oleh kedua belah pihak, maka jual belinya shahîh, dan (sebaliknya) bila tidak diketahui maka (jual beli itu) batil. Bentuk jual beli Murabahah seperti ini dibolehkan, tidak ada khilaf (perbedaan) di antara ulama; sebagaimana hal ini disampaikan Ibnu Qudaamah. Bahkan Ibnu Hubairah, dalam masalah ini menyampaikan adanya ijma'. Demikian juga al-Kaasaani).

Perbedaan Antara Asuransi Ta'awun Dan Asuransi Konvensional

Senin, 7 Desember 2009 15:54:16 WIB

Sedangkan sebagian ulama syariat dan ahli fikih memberikan definisi beragam. di antaranya sebagai berikut. (a) Asuransi, ialah perjanjian jaminan dari pihak pemberi jaminan (yaitu perusahaan asuransi) untuk memberi sejumlah harta atau upah secara rutin atau ganti barang yang lain, kepada pihak yang diberi jaminan (yaitu nasabah asuransi) pada waktu terjadi musibah atau kepastian bahaya, yang dijelaskan dengan perjanjian, hal itu sebagai ganti angsuran atau pembayaran yang diberikan oleh nasabah kepada perusahaan. (b) Asuransi, ialah perjanjian yang mengikat diri penanggung sesuai tuntutan perjanjian untuk membayar kepada pihak tertanggung atau nasabah yang memberikan syarat tanggungan untuk kemaslahatannya sejumlah uang atau upah rutin atau ganti harta lainnya pada waktu terjadinya musibah atau terwujudnya resiko yang telah dijelaskan dalam perjanjian. Hal itu diberikan sebagai ganti angsuran atau pembayaran yang diberikan tertanggung kepada penanggung (perusahaan asuransi). (c) Asuransi, ialah pengikatan diri pihak pertama kepada pihak kedua dengan memberikan ganti berupa uang yang diserahkan kepada pihak kedua atau orang yang ditunjuknya ketika terjadi resiko kerugian yang telah dijelaskan dalam akad. Itu sebagai imbalan dari yang diserahkan pihak kedua berupa sejumlah uang tertentu dalam bentuk angsuran atau yang lainnya.

First  Prev  1  2  3  4  5  6  7  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin