Kategori Risalah : Rizqi & Harta

Apa Saja Sarana Untuk Silaturrahim.? Tata Cara Silaturrahim Dengan Para Ahli Maksiat

Sabtu, 7 Agustus 2004 10:20:38 WIB

SILATURRAHIM


Oleh
Syaikh Dr. Fadhl Ilahi



Diantara pintu-pintu rizki adalah silaturrahim. Pembicaraan masalah ini -dengan memohon pertolongan Allah- akan saya bahas melalui empat point berikut.

Pertama : Makna Silaturrahim
Kedua : Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk Diantara Pintu-Pintu Rizki
Ketiga : Apa Saja Sarana Untuk Silaturrahim .?
Keempat : Tata Cara Silaturrahim Dengan Para Ahli Maksiat.

Ketiga : Apa Saja Sarana Untuk Silaturrahim ?

Sebagian orang menyempitkan makna silaturrahim hanya dalam masalah harta. Pembatasan ini tidaklah benar. Sebab yang dimaksud silaturrahim lebih luas dari itu. Silaturrahim adalah usaha untuk memberikan kebaikan kepada kerabat dekat serta (upaya) untuk menolak keburukan dari mereka, baik dengan harta atau dengan lainnya.

Imam Ibnu Abi Jamrah berkata :"Silaturrahim itu bisa dengan harta, dengan memberikan kebutuhan mereka, dengan menolak keburukan dari mereka, dengan wajah yang berseri-seri serta dengan do'a".

Makna silaturrahim yang lengkap adalah memberikan apa saja yang mungkin diberikan dari segala bentuk kebaikan, serta menolak apa saja yang mungkin bisa di tolak dari keburukan sesuai dengan kemampuannya (kepada kerabat dekat). [Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 6/30].

Keempat : Tata Cara Silaturrahim Dengan Para Ahli Maksiat.

Sebagian orang salah dalam memahami tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat. Mereka mengira bahwa bersilaturrahim dengan mereka berarti juga mencintai dan menyayangi mereka, bersama-sama duduk dalam satu majlis dengan mereka, makan bersama-sama mereka serta sikap lembut dengan mereka. Ini adalah tidak benar.

Semua memaklumi bahwa Islam tidak melarang berbuat baik kepada kerabat dekat yang suka berbuat maksiat, bahkan hingga kepada orang-orang kafir. Allah berfirman.

"Artinya : Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil". [Al-Mumtahanah : 8].

Demikian pula sebagaimana disebutkan dalam hadits Asma' binti Abi Bakar Radhiyallahu 'anhuma yang menanyakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk bersilaturrahim kepada ibunya yang musyrik. Dalam hadits itu diantaranya disebutkan.

"Artinya : Aku bertanya, 'Sesungguhnya ibuku datang dan ia sangat berharap[1], apakah aku harus menyambung (silaturrahim) dengan ibuku ?' Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab. 'Ya, sambunglah (silaturrahim) dengan ibumu".[2]

Tetapi, itu bukan berarti harus saling mencintai dan menyayangi, duduk-duduk satu majlis dengan mereka, bersama-sama makan dengan mereka serta bersikap lembut dengan orang-orang kafir dan ahli maksiat tersebut. Allah berfirman.

"Artinya : Kamu tidak akan mendapati satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka". [Al-Mujadillah : 22].

Makna ayat yang mulia ini -sebagaimana disebutkan oleh Imam Ar-Razi- adalah bahwasanya tidak akan bertemu antara iman dengan kecintaan kepada musuh-musuh Allah. Karena jika seseorang mencintai orang lain maka tidak mungkin ia akan mencintai musuh orang tersebut. [At-Tafsirul Kabir, 29/276. Lihat pula, Fathul Qadir, 5/272]

Dan berdasarkan ayat ini, Imam Malik menyatakan bolehnya memusuhi kelompok Qadariyah dan tidak duduk satu majlis dengan mereka. [Lihat, Ahkamul Qur'an oleh Ibnul Arabi, 4/1763; Tafsir Al-Qurthubi, 17/307]

Imam Al-Qurthubi mengomentari dasar hukum Imam Malik : "Saya berkata, 'Termasuk dalam makna kelompok Qadariyah adalah semua orang yang zhalim dan yang suka memusuhi'. [Tafsir Al-Qurthubi, 17/307. Lihat pula, Tafsir At-Tahrir wat Tanwir, 26/80]

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia tersebut berkata : "Artinya, mereka tidak saling mencintai dengan orang yang suka menentang (Allah dan RasulNya), bahkan meskipun mereka termasuk kerabat dekat". [Tafsir Ibnu Katsir, 4/347].

Sebaliknya, silaturrahim dengan mereka adalah dalam upaya untuk menghalangi mereka agar tidak mendekat kepada Neraka dan mejauh dari Surga. Tetapi, bila kondisi mengisyaratkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan cara memutuskan hubungan dengan mereka, maka pemutusan hubungan tersebut -dalam kondisi demikian- dapat dikategorikan sebagai silaturrahim.

Dalam hal ini, Imam Ibnu Abi Jamrah berkata :"Jika mereka itu orang-orang kafir atu suka berbuat dosa maka memutuskan hubungan dengan mereka karena Allah adalah (bentuk) silaturrahim dengan mereka. Tapi dengan syarat telah ada usaha untuk menasehati dan memberitahu mereka, dan mereka masih membandel. Kemudian, hal itu (pemutusan silaturrahim) dilakukan karena mereka tidak mau menerima kebenaran. Meskipun demikian, mereka masih tetap berkewajiban mendo'akan mereka tanpa sepengetahuan mereka agar mereka kembali ke jalan yang lurus. [Dinukil dari Tuhfatul Ahwadzi, 6/30].


[Disalin dari buku Mafatiihur Rizq fi Dhau'il Kitab was Sunnah oleh Dr Fadhl Ilahi, dengan edisi Indonesia Kunci-kunci Rizki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah hal. 51-55 terbitan Darul Haq, Penerjemah Ainul Haris Arifin Lc]
_______
Footnote.
[1]. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata :"Dalam riwayat lain disebutkan, 'Ia datang kepadaku dalam keadaan penuh harapan dan rasa taku'. Maknanya, bahwa ia datang dengan harapan agar puterinya berbuat baik kepadanya. Dan ia takut jika harapannya ditolak dan tak membawa hasil. Demikian seperti yang diterangkan oleh mayoritas ulama". [Fathul Bari, 5/234]
[2]. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari (Lihat, Shahihul Bukhari, Kitabul Hibah, Bab Al-Hadiyyah lil Musyrikin no. 2620, 5/233). Imam Al-Khathabi berkata :"Ini menunjukkan bahwa kerabat dekat yang kafir disambung silaturrahminya dengan harta atau sejenisnya. Sebagaimana kaum muslimin disambung silaturrahimnya dengannya" [Dinukil dari Fathul Bari, 5/234]

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin