Kategori Bahasan : Hadits (2)

Istinja Dan Adab-Adab Buang Hajat : Hukum Dan Dalilnya

Jumat, 9 April 2004 07:40:05 WIB

ISTINJA DAN ADAB-ADAB BUANG HAJAT-1/3-


Oleh
Syaikh Abdul Aziz Muhammad As-Salman.



Pertanyaan.
Apa yang dimaksud dengan istinja ? Bagaimana hukumnya serta apa dalilnya ?

Jawaban.
Istinja adalah membersihkan apa-apa yang telah keluar dari suatu jalan (di antara dua jalan : qubul atau dubur) dengan menggunakan air atau dengan batu atau yang sejenisnya (benda yang bersih dan suci [1]). Adapun hukumnya adalah wajib berdasarkan sebuah hadits dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Apabila salah seorang di antara kamu pergi ke tempat buang hajat besar, maka bersihkanlah dengan menggunakan tiga batu karena sesungguhnya dengan tiga batu itu bisa membersihkannya” [Hadits Riwayat Ahmad VI/108, Nasa’i no. 44, dan Abu Dawud no 40. Dan asal perintah menggunakan tiga batu ada dalam riwayat Bukhari dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu hadits no. 155]

Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu dia berkata.

“Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempat buang hajat lalu saya dan seorang pemuda sebaya saya membawakan satu bejana dari air dan satu tombak kecil lalu beliau beristinja (bersuci) dengan air itu” [Hadits Shahih Riwayat Bukhari no. 151 dan Muslim no. 271]

Pertanyaan.
Apa yang dimaksud dengan adab-adab buang hajat, dan doa apa yang disunnahkan dibaca ketika akan masuk WC ?

Jawaban
Maksud dari adab buang hajat adalah apa-apa yang sepatutnya dilakukan ketika buang hajat, ketika akan masuk WC, dan ketika keluar dari WC. Dan disunnahkan membaca doa ketika akan masuk WC sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila akan masuk WC membaca do’a.

Allahumma innii a’uudzu bika minal-khubusyi wal-khabaaisyi.

“Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari syetan laki-laki dan syetan perempuan” [Hadits Riwayat Bukhari no.142,5963 dan Muslim no.375]

Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu telah meriwayatkan sebuah hadits bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan lemah salah seorang di antara kamu apabila masuk WC dari membaca do’a.

Allahumma innii a’uudzu bika min ar-rijsi an-najisi asy-syaithan ar-rajiim

“Artinya : Ya Allah, aku mohon perlindungan-Mu dari kotoran najis syetan yang terkutuk” [Hadits Riwayat Ibnu Majah no. 299]

Dan dari Zaid bin Arqom Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya WC ini telah didiami (oleh syetan), maka apabila salah seorang di antara kamu akan ke WC hendaklah membaca do’a.

‘Auudzu billahi mina-lkhubusyi wal-khabaaisyi

“Artinya : Aku mohon perlindungan kepada Allah dari syetan laki-laki dan syetan perempuan” [Hadits Riwayat Ibnu Majah no. 296]

Pertanyaan.
Doa apa yang disunnahkan dibaca ketika keluar WC ?

Jawaban.
Disunnahkan membaca do’a sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata, ‘Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah keluar dari WC beliau membaca do’a’.

Ghufraanaka

“Artinya : Aku mohon ampun kepadaMu” [Hadits Riwayat Ahmad VI/155, Abu Dawud no.30, Tirmidzi no.7 dan Ibnu Majah no.300]

Begitu pula riwayat dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, ‘Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila telah keluar dari WC beliau membaca do’a’.

Allhamduillahi al-ladzii adzhaba ‘annii al-adzaa wa ‘aafanii.

“Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan gangguan (kotoran) dariku dan telah menjadikan diriku dalam keadaan sehat” [Hadits Riwayat Ibnu Majah no. 301]

Dan dalam Mushannaf Abdurrazzaq [2] diriwayatkan bahwa Nuh ketika keluar (dari buang hajat) ia berkata.

“Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah memberiku kelezatannya, menyisakan kemanfaatannya, dan menghilangkan gangguan kotorannya”

Pertanyaan.
Terangkan bagaimana tata cara masuk WC, keluar dari WC, dan duduk ketika buang hajat. Mohon sebutkan dalil serta jelaskan dari apa yang Anda ucapkan!

Jawaban.
Ketika masuk WC mendahulukan kaki kiri dan ketika keluar mendahulukan kaki kanan, berlawanan dengan ketika masuk atau keluar masjid dan ketika memakai atau melepas sandal. Ketika duduk hendaklah mengangkat kainnya sedikit saja, bersandar di atas kaki kirinya, dan tidak berdiam (tinggal di WC) kecuali seperlunya saja. Adapun alasan mengapa kaki kiri yang didahulukan ketika masuk dan kaki kanan ketika keluar adalah karena kaki kiri untuk yang kotor dan kanan untuk yang lainnya. Begitu pula, karena kaki kanan itu lebih berhak untuk mendahulukan untuk menuju tempat-tempat yang baik dan lebih berhak untuk diakhirkan apabila menuju tempat-tempat yang kotor. Adapun mengangkat kainnya sedikit demi sedikit itu berdasarkan riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu.

“Artinya : Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila ingin buang hajat tidak mengangkat kainnya kecuali setelah dekat dengan tanah (tempat duduknya)” [Hadits Riwayat Abu Dawud no. 14, Tirmidzi no. 14 dan yang lain secara mursal. Abu Dawud berkata, “Hadits ini Dhaif”]

Adapun posisi duduknya bersandar di atas kaki kiri adalah berdasarkan hadits Suraqah bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.

“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kami supaya bersandar di atas kaki kiri dan menegakkan kaki kanan” [Hadits Riwayat Thabrani dalam Al-Mu’ajm Al-Kabir VII/136. Kami belum menemukan dalam Sunan Al-Baihaqi. Al-Haitsami berkata, “Di dalam sanadnya terdapat perawi yang tidak disebut namanya (mubham)]

Dan dengan posisi ini kotoran lebih mudah keluar. Adapun tidak boleh berdiam di WC kecuali seperlunya saja karena adanya pendapat dari para dokter yang menyatakan berdiam di WC tanpa seperlunya itu membahayakan yaitu bisa menyebabkan sakit liver dan wasir. Wallahu a’lam, wa Shallallahu a’la Muhammad.

[Disalin dari kitab Al-As’ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah bi Al-Adillah Asy-Syar’iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah Fatawa 03/I/Dzulqa’adah 1423H -2002M]
_________
Foote Note
[1]. Yang Secara hukum dianggap cukup bisa menghilangkan bekas najis
[2]. Kami tidak menemukannya dalam Mushannaf Abdurrazzaq, melainkan dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah I/12, hadits no.9

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin