Kategori Fiqih : Shalat

Hukum Shalat Di Masjid Yang Ada Kuburannya, Membentangkan Sajadah Di Sajadah Masjid

Sabtu, 28 Februari 2004 20:35:24 WIB

HUKUM SHALAT DI MASJID YANG ADA KUBURANNYA


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz



Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sahkah shalat di masjid yang di dalamnya terdapat kuburan?

Jawaban
Masjid-masjid yang di dalamnya terdapat kuburan tidak boleh dipakai untuk shalat, dan kuburan-kuburan itu harus dibongkar dan dipindahkan mayat-mayatnya ke pekuburan umum, setiap jasad dikubur kembali masing-masing dalam satu lubang tersendiri seperti layaknya kuburan. Tidak boleh ada kuburan dibiarkan di dalam masjid, tidak kuburan wali dan tidak pula yang lainnya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang dan memperingatkan hal tersebut, bahkan Allah telah melaknat kaum yahudi dan nashrani karena perbuatan itu. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda.

“Artinya : Allah melaknat kaum yahudi dan kaum nashrani karena mereka menjadikan kuburan-kuburan para nabi mereka sebagai tempat-tempat ibadah” [1]

Aisyah mengatakan, “Beliau memperingatkan terhadap apa yang telah mereka perbuat” [2]

Ketika Ummu Salamah dan Ummu Habibah memberithu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang suatu gereja yang ada gambar-gambarnya, beliau bersabda.

“Artinya : Mereka adalah kaum yang apabila seorang hamba yang sholih di antara mereka meninggal atau seorang laki-laki yang shalih, mereka membangun masjid di atas kuburannya dan membuat gambar-gambar itu di dalamnya. Mereka itu adalah sejahat-jahatnya makhluk di sisi Allah” [3]

Beliau juga mengatakan.

“Artinya : Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan-kuburan para nabi mereka dan orang-orang shalih mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah, maka janganlah kamu menjadikan sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kamu dari hal itu” [4]

Ini artinya, bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menjadikan kuburan sebagai masjid dan melaknat orang yang melakukannya serta mengabarkan bahwa orang yang melakukannya adalah sejahat-jahatnya makhluk. Maka yang wajib adalah berhati-hati terhadap hal ini.

Sebagaimana diketahui, bahwa shalat di kuburan berarti telah menjadikannya sebagai masjid (tempat sujud), dan barangsiapa yang membangun masjid di atasnya berarti telah menjadikannya sebagai masjid. Maka harus dilakukan adalah menjauhkan kuburan dari masjid dan tidak menguburkan mayat di dalam masjid, hal ini sebagai manifestasi perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sikap waspada terhadap laknat yang telah dilontarkan dari Allah Azza wa jalla kepada yang membangun masjid di atas kuburan. Sebab, jika seseorang shalat di masjid yang ada kuburannya, setan akan menggodanya agar memohon kepada mayat yang ada di dalam kuburan tersebut, atau meminta pertolongan kepadanya, atau shalat dan sujud kepadanya, sehingga dengan demikian ia akan terjerumus kedalam syirik besar. Inilah perbuatan kaum yahudi dan nashrani, maka harus menyelisihi mereka dan menjauhi cara dan perbuatan buruk mereka itu.

Jika kuburan itu sudah sangat lama, lalu akan dibangun masjid di atasnya, yang wajib dilakukan adalah menghancurkan dan menghilangkan kuburan itu terlebih dahulu, dan ini berarti perombakan. Demikian sebagaimana disebutkan oleh para ahlul ilmi untuk menghindari faktor-faktor penyebab kesyirikan dan untuk mencegah keburukan-keburukannya. Hanya Allahlah yang mampu memberi petunjuk.

[Majmu Fatawa Wa Maqalat Mutanawwi’ah, juz 4, hal.388-389]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjmah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
________
Footnote
[1]. Disepakati keshahihannya. Al-Bukhari, kitab Al-Jana’iz (1330), Muslim kitab Al-Masajid (529)
[2]. Muttafaq ‘Alaih. Al-Bukhari, kitab Ash-Sholah (435, 436), Muslim, kitab Al-Masajid (531)
[3]. Disepakati keshahihannya Muttafaq ‘Alaih. Al-Bukhari, kitab Ash-Sholah (434), Muslim, kitab Al-Masajid (528)
[4]. Dikeluarkan oleh Muslim, dalam kitab shahihnya, dari Jundab bin Abdullah Al-Bajali kitab Al-Masajid (532)


MEMBENTANGKAN SAJADAH PRIBADI DI ATAS SAJADAH MASJID

Oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah


Pertanyaan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya : Tentang membentangkan sajadah pribadi di atas sajadah masjid sewaktu hendak shalat, apakah ini termasuk bid’ah atau bukan?

Jawaban.
Adapun shalat dengan membentangkan sajadah di atas sajadah masjid karena untuk sengaja atas itu, maka hal ini bukan sama sekali termasuk prilaku para salafush shalih, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar. Begitu pula tidak ada seorang pun tabi’in yang melakukan hal tersebut. Bahkan mereka mengerjakan shalat langsung di atas tanah masjid, jika cuaca panas, maka mereka menggunakan/ menggelar baju lalu sujud di atas kain tersebut.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri dahulu mengerjakan di atas khumrah. (yang dimaksud khumrah yaitu sejenis anyaman yang terbuat dari daun kurma (sejenis tikar kecil). [Hadist shahih dan disebutkan dalam kitab Abu Dawud 663, Ibnu Khuzaimah (I/110) dan Ibnu Hibban 254-256]

Tidak ada para ulama yang berdebat diperbolehkannya shalat atau sujud di atas khumrah atau tikar yang tebuat dari unsur tanah. meskipun ada juga beberapa ulama yang melarangnya atau ada perbedaan dalam hal ini, namun banyak juga para ulama merukshah, yang (memperbolehkan) menggunakan bahan seperti kulit binatang atau bulu domba mereka adalah Madzhab Syafi’i, Ahmad dan madzhab khufah seperti Abu Hanifah dan yang lainnya.

Sedangkan orang yang masih membentangkan sajadah di atas sajadah/ alas yang telah disediakan oleh masjid termasuk perbuatan bid’ah. Bahkan diantara mereka (orang yang membentangkan sajadah di atas sajadah masjid) melakukan hal ini karena penyakit was-was yang sudah sangat keterlaluan. Mereka telah ragu dengan kesucian masjid yang mungkin telah dilewati dengan berbagai macam kaki orang.

Padahal di Masjid Al Haram, sudah sering kali dilewati oleh kaum muslimin sejak dulu, bukan hanya yang lalu lalang (pen) di masjid, melainkan juga melakukan thawaf di dalam masjid, namun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri bersama para sahabat dalam melakuan shalat tetap di atas tanah mesjid yang tentu lebih utama dan lebih mulia.

Selanjutnya, apakah orang yang membentangkan sajadah di atas sajadah masjid lebih taat ibadah dan amalannya dibandingan dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, para khalifah dan sahabat beliau?

[Disalin dari kitab Ishlaahulmasaajid Minalbid’a wal’awaa’id, Penulis Muhammad Jamaluddin Al Qasimi, Penerbit Almaktab Al Islami-Beirut, Edisi Indonesia Bid'ah Dalam Masjid hal. 284-285, Penerjemah Wawan Djunedi Soffandi, S.Ag, Penerbit Pustaka Azzam]

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin