Kategori Fiqih : Shalat

Shalat Sendirian Di Belakang Shaf, Bermakmum Kepada Orang Yang Sedang Shalat Sendirian

Rabu, 25 Februari 2004 22:13:03 WIB

SHALAT SENDIRIAN DI BELAKANG SHAF


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : "Bagaimana pendapat yang shahih mengenai orang yang shalat sendirian di belakang imam .?"

Jawaban.
Ada beberapa pendapat tentang shalat sendirian di belakang shaf imam :

1.Shalatnya sah tetapi menyalahi sunnah, baik shaf yang ada di depannya penuh atau tidak. Inilah yang terkenal dari ketiga imam madzhab ; Malik, Abu Hanifah, dan Al-Syafi'i, dari riwayat Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka menafsirkan hadits kepada ketidaksempurnaan, bukan ketidaksahan :

"Tidak sempurna shalatnya orang sendirian di belakang shaf".

3.Shalatnya batal, baik shaf yang di depannya penuh atau tidak. Dasar hukumnya adalah hadits : "Artinya : Tidak sah shalat bagi yang sendirian di belakang imam". Juga hadits yang menerangkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melihat seorang lelaki shalat sendirian di belakang shaf, lalu ia disuruh agar mengulanginya kembali.

3.Pendapat moderat ; jika barisan shalat penuh, maka shalat munfarid di belakang imam boleh dan sah. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Yakni jika saudara masuk mesjid dan ternyata barisan shalat telah penuh kanan kirinya, maka tidak ada halangan saudara shalat sendirian berdasarkan firman Allah berikut.

"Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupan" [At-Taghaabun : 16]

Jika bukan dalam keadaan seperti itu, maka saudara bisa menempuh cara berikut : (1) Menarik seorang makmum dari shaf untuk shalat bersama saudara ; (2) Maju ke depan untuk shalat bersama imam ; (3) Sendirian tidak berjama'ah ; (4) atau shalat berjama'ah namun sendirian di belakang shaf karena tidak mungkin masuk ke shaf yang di depan. Inilah empat cara yang bisa dilakukan.

Cara kesatu : Yaitu menarik seseorang ke belakang untuk shalat bersama saudara. Cara ini dapat menimbulkan langkah tiga atau terputus dari shaf bahkan bisa memindahkan seseorang dari tempat yang utama ke tempat sebaliknya, mengacaukan dan dapat menggerakkan seluruh shaf karena di sana ada tempat yang kosong yang kemudian diisi oleh masing-masing dengan cara merapatkan hingga timbul gerakan-gerakan yang tanpa sebab syara'.

Cara kedua : Maju ke depan untuk shalat bersama imam. Cara ini menimbulkan beberapa kekhawatiran. Jika saudara maju dan berdiri sejajar dengan imam maka cara ini menyalahi sunnah, sebab imam harus sendirian di tempatnya agar diikuti oleh yang dibelakang dan jangan sampai terjadi dua imam. Dalam hal ini tidak bisa diberi alasan dengan hadits yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki mesjid dan dijumpainya Abu Bakar tengah shalat berjama'ah lalu beliau ikut shalat di sebelah kirinya dan menyempurnakan shalatnya, karena hal seperti itu dalam keadaan darurat, dimana Abu Bakar ketika itu tak punya tempat di shaf belakang. Akibat lainnya, bila saudara maju ke depan imam, maka dikhawatirkan akan banyak melangkahi pundak orang, sesuai dengan banyaknya shaf. Cara ini jelas akan mengganggu orang shalat yang tidak menyenangkan. Di samping itu, jika setiap yang datang kemudian disuruh ke depan jajaran imam, maka tempat imam akan menjadi shaf penuh dan hal ini menyalahi sunnah.

Sedangkan cara ketiga : Yaitu saudara meninggalkan berjama'ah dan shalat sendirian, berarti saudara kehilangan nilai berjama'ah dan nilai barisan shalat. Padahal diketahui bahwa shalat berjama'ah walau sendirian shafnya adalah lebih baik ketimbang sendirian tanpa berjama'ah. Hal ini telah dikuatkan oleh berbagai atsar (keterangan shahabat) dan pandangan yang sehat. Allah sendiri tak akan membebani seseorang kecuali menurut kesanggupannya.

Maka menurutku pendapat yang terkuat adalah jika shaf shalat telah penuh lalu seseorang shalat di belakang shaf dengan berjama'ah adalah lebih baik dan shalatnya sah.


[Disalin dari buku Fatawa Syaikh Muhammad Al-Shaleh Al-Utsaimin, edisi Indonesia 257 Tanya Jawab, Fatwa-Fatwa Al-Utsaimin, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Gema Risalah Press hal. 96-97 alih bahasa Prof.Drs.KH.Masdar Helmy]

BERMAKMUM KEPADA ORANG YANG SEDANG SHALAT SENDIRIAN

Oleh
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta

Pertanyaan
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta ditanya : Bolehkah bermakmum kepada orang yang sedang shalat sendirian.?

Jawaban.
Boleh, berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, bahwa ia berkata, "Aku menginap di rumah bibiku, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bangun untuk shalat malam, maka aku pun bangun dan shalat bersama beliau, aku berdiri di sebelah kirinya, lalu beliau meraih kepalaku dan memindahkanku ke sebelah kanannya" [1].

Pada dasarnya yang seperti ini tidak ada perbedaan antara shalat fardhu dengan shalat sunnat.

[Fatawa Islamiyyah, Al-Lajnah Ad-Daimah 1/178]

BERMAKMUM KEPADA ORANG YANG SEDANG SHALAT SENDIRIAN

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ketika saya sedang shalat fardhu sendirian, tiba-tiba datang orang lain dan bernakmum kepadaku. Bagaimana hukum merubah niat dari shalat sendirian menjadi shalat sebagai imam.

Jawaban
Merubah niat dari shalat sendirian menjadi shalat sebagai imam, sejauh yang saya ketahui, hukumnya boleh. Hal ini berdasarkan riwayat yang disebutkan dalam kitab Ash-Shahihain, dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, "Aku menginap di rumah bibiku, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bangun untuk shalat malam, maka aku pun bangun dan shalat bersama beliau, aku berdiri disebelah kirinya, lalu beliau meraih kepalaku dan memindahkanku ke sebelah kanannya".[2]

Boleh juga berubahnya niat dari shalat sebagai makmum menjadi shalat sendirian atau sebagai imam jika situasinya menuntut demikian.

[Fatawa Islamiyyah, Syaikh Ibnu Baz 1/178]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Penerjmah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
________
Footnotes
[1]. Al-Bukhari, kitab Al-Adzan (699), Muslim, kitab Shalatul Musafirin (763)
[2]. Al-Bukhari, kitab Al-Adzan (699), Muslim, kitab Shalatul Musafirin (763)

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin