Kategori Fokus : Mabhats

Ciri-Ciri Murji'ah Menurut Ahli Bid'ah Terdahulu Dan Murji'ah Menurut Hizbiyyun Dan Harakiyyun

Minggu, 10 Februari 2008 01:58:12 WIB

HAKIKAT MURJI`AH MENURUT AHLUS-SUNNAH , HIZBIYYUN, DAN HARAKIYYUN-2/2-


Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


CIRI-CIRI MURJI`AH YANG PALING MENONJOL
Murji`ah memiliki sekian banyak ciri, dan ada beberapa ciri yang paling menonjol, di antaranya sebagai berikut.

[1]. Mereka berpendapat, iman hanya sebatas penetapan dengan lisan, atau sebatas pembenaran dengan hati, atau hanya penetapan dan pembenaran.
[2]. Mereka berpendapat, iman tidak bertambah dan tidak berkurang, tidak terbagi-bagi, orang yang beriman tidak bertingkat-tingkat, dan iman semua orang adalah sama.
[3]. Mereka mengharamkan istitsn` (mengucapkan ‘saya beriman insya Allah’) di dalam iman.
[4]. Mereka berpendapat, orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan haram (dosa dan maksiat) tidak berkurang imannya dan tidak merubahnya.
[5]. Mereka membatasi kekufuran hanya pada pendustaan dengan hati.
[6]. Mereka mensifati amal-amal kekufuran yang tidak membawa melainkan kepada kekufuran, seperti menghina dan mencela (Allah, Rasul-Nya, maupun syari’at Islam); bahwa hal itu bukanlah suatu kekufuran, tetapi hal itu menunjukkan pendustaan yang ada dalam hati.[19]

CIRI-CIRI MURJI’AH MENURUT AHLI BID’AH TERDAHULU
Dahulu para ahli bid’ah –dari kalangan Khawarij dan selainnya- menuduh Ahlus-Sunnah wal- Jama’ah dengan irja`, dikarenakan perkataan mereka (Ahlus-Sunnah) bahwa pelaku dosa besar tidak dikafirkan, kecuali jika dia menghalalkan perbuatan tersebut. Dan mereka berpendapat, orang yang meninggalkan shalat karena malas atau meremehkannya tidaklah kafir yang dapat mengeluarkannya dari agama.[20]

Di antara dali-dalil yang menunjukkan hal itu ialah sebagai berikut.
Pertama. Atsar yang dikeluarkan Ishaq bin Rahawaih dari Syaibân bin Farrûkh, ia berkata: "Aku bertanya kepada ‘Abdullah Ibnul-Mubârak: 'Apa pendapatmu tentang orang yang berzina dan meminum khamr atau selain itu. Apakah ia dikatakan mukmin?’. ‘Abdullah Ibnul Mubârak menjawab,‘Aku tidak mengeluarkannya dari iman,’ maka Syaibân berkata,‘Apakah pada saat tua nanti engkau menjadi Murji`ah?,’ lalu ‘Abdullah Ibnul-Mubârak menjawab,‘Wahai, Aba ‘Abdillah! Sesungguhnya Murji`ah tidak menerimaku, karena aku mengatakan iman itu bertambah, sedangkan Murji`ah tidak mengatakan demikian'.”[21]

Kedua. Apa yang disebutkan oleh al-Qâdhi Abul-Fadhl as-Saksaki al-Hanbali (wafat 683 H) dalam kitabnya, al-Burhân: Bahwa ada sekelompok ahlul bid’ah yang dinamakan dengan al-Mansuriyyah -mereka adalah sahabat dari ‘Abdullah bin Zaid-, mereka menuduh Ahlus-Sunnah sebagai Murji`ah, karena Ahlus-Sunnah mengatakan, orang yang meninggalkan shalat, apabila ia tidak mengingkari kewajibannya maka ia tetap seorang muslim; demikian menurut pendapat yang shahîh dari madzhab Imam Ahmad.

Mereka (ahlu bid’ah) mengatakan: “Ini menunjukkan bahwa iman menurut mereka (Ahlus Sunnah) adalah perkataan tanpa amal.”[22]

CIRI-CIRI SESEORANG TERLEPAS DARI MURJI’AH, MENURUT AHLUS-SUNNAH
Para ulama Ahlus-Sunnah telah menyebutkan sejumlah ciri yang dapat diketahui bahwa seseorang terlepas dari bid’ah Irja`, di antaranya ialah:
[1]. Mengatakan bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan.
Imam Ibnul-Mubarak rahimahullah pernah ditanya: “Engkau berpendapat Irja`?," maka ia menjawab,“Aku mengatakan bahwa iman itu perkataan dan perbuatan. Bagaimana mungkin aku menjadi Murji`ah?!”[23]

[2]. Mengatakan bahwa iman itu bertambah dan berkurang.
Imam Ahmad ditanya tentang orang yang mengatakan: “Iman itu bertambah dan berkurang,” maka ia menjawab,“Orang ini telah berlepas diri dari Irja`.”

[3]. Mengatakan bahwa maksiat mengurangi iman dan membahayakannya.

[4]. Mengatakan bahwa kekufuran dapat terjadi dengan perbuatan sebagaimana dapat terjadi dengan keyakinan dan perkataan. Dan ada di antara amal yang menjadi kufur karena melakukan amal tersebut tanpa keyakinan, dan menganggap halal perbuatan tersebut.[24]

CIRI-CIRI SESEORANG TERLEPAS DARI MURJI`AH MENURUT HIZBIYYUN DAN HARAKIYYUN
Di antara ciri seseorang terlepas dari Murji`ah menurut kaum Hizbiyyun dan Harakiyyun ialah:

[1].Mengkafirkan orang yang berhukum dengan selain hukum Allah dengan mutlak tanpa perincian yang telah disepakati oleh para salaf, Ahlus-Sunnah sejak dahulu sampai hari ini.

[2]. Mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas dan meremehkan. Dalam masalah ini terjadi khilâf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama Ahlus-Sunnah sejak dahulu hingga hari ini. Menurut mereka, apabila seorang muslim berpendapat dengan dua pendapat tersebut, maka ia telah terlepas dari Murji`ah.[25]

TUDUHAN DUSTA TERHADAP AHLI HADITS ABAD INI, YAITU SYAIKH MUHAMMAD NASHIRUDDIN AL-ALBANI RAHIMAHULLAH
Ada sebagian orang dari kalangan hizbiyyun dan harakiyyun yang menuduh Syaikh al-Albani sebagai Murji`ah. Tuduhan ini merupakan tuduhan yang kejam, dusta, bohong, dan mengada-ada.

Syaikh al-Albani rahimahullah telah menjelaskan dalam kitab-kitabnya dan tahqîqnya tentang masalah iman, sebagaimana dipegangi para ulama salaf. Kalau kita mau membahas satu per satu dari kitab beliau, maka akan panjang pembahasannya. Tetapi saya cukupkan dengan penjelasan para ulama yang memuji beliau.

Syaikh Abdul-'Azîz bin ‘Abdullah bin Bâz rahimahullah berkata,"Aku tidak melihat di bawah kolong langit seorang yang 'alim tentang hadits pada zaman ini, seperti al-‘Allamah Muhammad Nâshiruddin al-Albâni.”

Beliau rahimahullah juga pernah ditanya: “Siapa mujaddid (pembaharu) pada zaman ini?”

Lalu beliau menjawab, “Menurutku, Syaikh Muhammad Nâshiruddin al-Albâni. Beliaulah mujaddid (pembaharu) pada zaman ini. Wallahu a’lam.”

Syaikh bin Bâz juga pernah berkata,“Aku tidak mengetahui seorang di alam semesta yang lebih ‘alim daripada Syaikh Nâshir (al-Albani) pada zaman ini.”

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullah pernah ditanya, tentang orang yang menuduh Syaikh al-Albâni dengan irja` (Murji’ah), maka beliau menjawab: “Barangsiapa yang menuduh Syaikh al-Albâni dengan tuduhan irja`, maka ia telah salah, - orang itu - satu di antara dua kemungkinan, (yaitu): ia tidak mengenal al-Albani atau tidak mengetahui apa itu Irja`. Al-Albâni rahimahullah seorang dari Ahlus-Sunnah dan pembela Sunnah. Dia juga seorang imam dalam bidang hadits. Aku tidak mengetahui ada seorang yang menandinginya pada zaman sekarang. Akan tetapi, sebagian orang –kami mohon kepada Allah al-‘Afiyah- timbul perasaan dengki pada hatinya. Apabila ia melihat penerimaan seseorang, mereka mulai mencela seperti perbuatan orang-orang munafik yang mencela orang-orang mukmin yang bershadaqah dan tidak mendapatkan kecuali usaha mereka. Mereka (munâfiqîn) mencela orang yang bershadaqah dengan harta yang banyak dan orang miskin yang bershadaqah. Kami mengetahui beliau (al-Albâni) rahimahullah dari buku-bukunya, dan aku mengetahuinya sebagai seorang yang memiliki 'aqidah Salaf dan selamat manhajnya. Akan tetapi, sebagian orang ingin mengafirkan hamba Allah dengan apa-apa yang Allah tidak mengafirkan mereka dengannya, kemudian menuduh bahwa orang yang menyelisihinya dalam masalah takfir maka ia adalah Murji`ah; ini merupakan suatu kebohongan, kedustaan, dan kezhaliman. Oleh karena itu, janganlah kalian mendengar perkataan-perkataan ini dari siapa pun.”

Beliau (Syaikh ‘Utsaimin) juga berkata: “Syaikh al-Albâni seorang yang panjang langkahnya (luas ilmunya), luas pengetahuannya, dan kuat pemikirannya”. [26]

Begitu pula tuduhan hizbiyyun kepada Syaikh ‘Ali bin Hasan al-Halabi hafizhahullâh. Mereka menuduh bahwa beliau adalah “Murji`ah”?! Mereka menuduh demikian karena ada fatwa dari Lajnah Da-imah yang memperingatkan dua buku karya Syaikh ‘Ali bin Hasan, yaitu at-Tahdzîr min Fitnatit-Takfîr dan Shaihatun-Nadzîr bi Khatharit-Takfîr. Padahal fatwa ini tidak memvonis Syaikh ‘Ali sebagai Murji’ah.

Dalam masalah ini, Syaikh ‘Ali telah menjawab serta menjelaskan dalam bukunya. Beliau mengajak “polemik” kepada anggota Lajnah Da-imah dengan buku beliau yang berjudul al-Ajwibah al-Mutalâ-imah ‘alâ Fatâwa al-Lajnah ad-Dâ-imah.

Kemudian beliau membantah orang-orang yang memanfaatkan fatwa itu untuk kepentingan hawa nafsu dan membela kelompok mereka. Beliau membantah dalam bukunya yang berjudul at-Tanbîhâtul Mutawâ-imah fî Nushrati Haqqi Ajwibah al-Mutalâ-imah ‘alâ Fatâwa al-Lajnah ad-Dâ-imah setebal 610 halaman, diterbitkan oleh Maktabah Dârul-Hadîts-Daulah Imârât, Cet. I, Th. 1424 H. Beliau membantah dengan bantahan ilmiah dan menjawab tuduhan itu dengan dalil-dalil dari al-Qur`an dan as-Sunnah, perkataan ulama Salaf, dan disertai bukti-bukti akurat dan marâji’ (referensi) yang banyak. Beliau jawab satu per satu dengan rinci, ilmiah dan nukilan yang sempurna, tidak sepotong-sepotong.

Tentang fatwa Lajnah Da-imah dijelaskan dengan gamblang oleh Syaikh Dr. Husain bin ‘Abdul-'Azîz Âlu Syaikh dan Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah.

Dr. Hushain bin ‘Abdul Azîz Alu Syaikh –imam Masjid Nabawi dan Qadhi (hakim) di Pengadilan Tinggi Madinah Nabawiyyah- pernah ditanya berkaitan dengan fatwa Lajnah Da-imah:

Fadhilatusy-Syaikh, bagaimana pendapat Syaikh tentang fatwa yang dikeluarkan oleh Lajnah Da-imah tentang kedua kitab Syaikh ‘Ali al-Halabi: at-Tahdzîr dan Sha’ihatun Nadzîr, bahwasanya kedua kitab ini mengajak kepada pemikiran Irja`, bahwa amalan bukanlah syarat sahnya iman. Padahal kedua kitab ini tidak membahas masalah syarat sahnya iman atau syarat kesempurnaan iman?

Menghadapi pertanyaan ini, maka Syaikh Dr. Husain bin ‘Abdul Azîz Âlu Syaikh menjawab: Yang pertama, wahai saudara-saudaraku! Syaikh 'Ali dan masyayikh lainnya satu jalan. Syaikh ‘Ali adalah saudara tua sebagaimana para masyayikh yang mengeluarkan fatwa ini. Syaikh ‘Ali mengenal mereka, dan mereka pun mengenal Syaikh ‘Ali. Mereka memiliki hubungan baik dengan Syaikh ‘Ali.

Syaikh ‘Ali telah diberi Allah ilmu dan bashirah untuk mengatasi masalah ilmiah antara dia dan masyayikh, dan masalah ilmiah ini untuk menjelaskan al-haq (kebenaran).

Adapun Syaikh ‘Ali dan gurunya –Syaikh al-Albâni- barangsiapa yang berada di atas jalan Sunnah, maka tidak ada satu pun yang meragukan bahwasanya mereka di atas manhaj yang diridhai –walillahil hamdu. Syaikh Ali –walillahil hamdu- termasuk pembela manhaj Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah.

Fatwa tersebut tidak me-nash-kan bahwa Syaikh ‘Ali sebagai Murji`ah –tidak akan beliau mengucapkan ini!- khilaf antara fatwa ini dengan Syaikh ‘Ali pada masalah kitab dan diskusi bersamanya pada perkara ini. Keberadaan orang lain yang hendak memaksakan kandungan fatwa ini, bahwasanya fatwa ini mewajibkan hukum atas Syaikh ‘Ali bahwa beliau Murji`, maka ini tidak saya pahami, dan aku menyangka bahwa saudara-saudara disini juga tidak memahami ini. Fatwa ini –walillahil hamdu- tidak menyelisihi hubungan antara Syaikh ‘Ali dan masyayikh, mereka menghormati dan menghargai Syaikh ‘Ali.

Syaikh 'Ali telah menerangkan dengan penjelasan ilmiah (dalam kitab beliau -Ajwibah Mutalâ’imah ‘ala Fatwa Lajnah Dâ-imah) –sebagaimana dilakukan oleh Salaful-Ummah-; tidak ada seorang pun dari kita melainkan mengambil dan memberi, setiap orang diambil perkataannya dan juga dibantah, kecuali penghuni kubur ini, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dikatakan oleh Imam Mâlik rahimahullah : “Setiap ucapan diterima dan ditolak, kecuali perkataan Rasul”.

Demikianlah umat ini, berselisih pada awalnya antara yang mengambil dan yang menolak. Tetapi manusia –dari segi asalnya- kadang-kadang di tengah-tengah ucapannya ada ucapan-ucapan lain –yaitu yang dinamakan dengan perkataan-perkataan spontan disebabkan adanya perdebatan, dan sebab tabi’at asli manusia- yang terdapat di dalamnya sedikit keras; bahkan juga di antara para sahabat Radhiyallahu ‘anhum sebagaimana terjadi antara Abu Bakar dan 'Umar, dan antara yang lainnya dari kalangan sahabat –seperti antara ‘Aisyah dan ‘Ali Radhiyallahu ‘anhuma.

Kesimpulannya, fatwa ini –dalam pandanganku- tidak menghukumi, dan tidak menashkan dengan nash yang jelas bahwa Syaikh ‘Ali di atas manhaj Irja`. Sesungguhnya fatwa ini adalah pembicaraan tentang sebuah kitab yang ditulis oleh Syaikh. Syaikh ‘Ali telah menulis kitab (Ajwibah Mutalâ’imah) sesudah keluarnya fatwa, bukan dalam rangka membantah, tetapi menjelaskan manhajnya dan manhaj gurunya, yaitu Syaikh al-Albâni.

Yang kami yakini dan kami pertanggungjawabkan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahwasanya Syaikh ‘Ali dan gurunya –Syaikh al-Albâni- sangat jauh di antara manusia dari madzhab Murji`ah –sebagaimana telah kami katakan sebelumnya-. Syaikh ‘Ali –demikian juga Syaikh al-Albâni- jika ditanyakan kepadanya: “Apakah definisi iman?” Tidak akan kita dapati dalam ucapannya perkataan Murji’ah yang mengatakan bahwa amalan tidak masuk dalam keimanan. Bahkan nash-nash Syaikh al-Albâni menashkan bahwa definisi iman, adalah keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan, dan amalan dengan anggota tubuh, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.[27]

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn ketika ditanya oleh Syaikh ‘Ali tentang fatwa Lajnah Da-imah, beliau menjawab: “Ini adalah suatu kesalahan dari Lajnah, dan aku merasa terganggu dengan adanya fatwa ini. Fatwa ini telah memecah-belah kaum Muslimin di seluruh negeri, sampai-sampai mereka menghubungiku baik dari Amerika maupun Eropa. Tidak ada yang mengambil manfaat dari fatwa ini melainkan takfiriyyun (tukang mengafirkan) dan tsauriyyun (para pemberontak).”

Beliau juga berkata: “Saya tidak suka keluarnya fatwa ini, karena membuat bingung manusia. Dan nasihatku kepada para penuntut ilmu agar tidak terlalu berpegang teguh dengan fatwa fulan atau fulan”.[28]

Saya ingatkan kepada orang-orang yang menuduh para ulama dan kaum Muslimin dengan tuduhan yang tidak benar akan sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Barangsiapa syafa’at (pertolongan)nya menghalangi had (sanksi hukum) dari hukum-hukum Allah, maka ia telah melawan Allah. Dan barangsiapa yang bertikai (bermusuhan) dalam kebathilan padahal dia mengetahuinya, maka ia berada dalam kemurkaan Allah sampai ia melepasnya. Dan barangsiapa yang menuduh seorang mukmin dengan tuduhan yang tidak ada padanya, maka Allah akan menempatkannya dalam radghatul khabal sampai ia keluar dari perkataannya (bertaubat). [29]

Makna radghatul-khabal ialah cairan (keringat) penghuni neraka, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang terdapat dalam Shahîh Muslim.[30]

Maraaji’
1). Al-Qur’an dan terjemahannya, terbitan DEPAG.
2). Shahîh al-Bukhâri.
3). Shahîh Muslim.
4). Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
5). Sunân Abi Dawud.
6). Sunân at-Tirmidzi.
7). Sunân an-Nasâ-i.
8). Al-Mustadrak ‘alash Shahîhain, karya Imam al-Hakim.
9). Kitâbus Syarî’ah, karya Imam al-Ajurri.
10). Syarhus Sunnah, karya Imam al-Baghawi.
11). Syarhus Sunnah, karya Imam al-Barbahari.
12). As-Sunnah, karya Imam Abu Bakar al-Khallal.
13). Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani.
14). Al-Îmân, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, takhrij Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.
15). Al-Milal wan Nihal, karya asy-Syahrastani.
16). Al-Farqu bainal Firaq, karya Abdul Qahir al-Baghdadi.
17). Maqalât Islamiyyîn wakhtilâful Mushallîn, karya Imam Abul Hasan al-Asy’ari.
18). Majmû’ Fatâwa, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
19). Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah, karya Imam al-Lalikâ-i.
20). Syarah Aqîdah ath-Thahâwiyyah, karya Imam Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi tahqiq para ulama dan takhrij Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.
21). At-Takfîr wa Dhawâbithuhu, karya Syaikh Dr. Ibrâhim ar-Ruhaili.
22). Dirâsât fil Ahwâ’, karya Syaikh Dr. Nâshir bin Abdul Karîm al-‘Aql.
23). Wasathiyyah Ahlis Sunnah, karya Syaikh Muhammad Bakarim bin Muhammad Ba’abdullah.
24). Firaq Mu’âhirah, karya Ghâlib bin Ali ‘Awâji.
25). Mujmal Masâ-ilil Îmân wal Kufr al-‘Ilmiyyah fi Ushûl al-‘Aqîdah as-Salafiyah, Syaikh Musa Âlu Nashr, Syaikh ‘Ali Hasan al-Halaby al-Atsary, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly, Masyhur Hasan Alu Salman, Husain bin ‘Audah al-‘Awaisyah, Baasim bin Faishal al-Jawabirah, cet. II-Markaz Imam al-Albany.
26). Murji`atul 'Ashr, karya Syaikh Dr.Khâlid bin ‘Ali al-Anbari.
27). Fatâwâ ‘Ulamâ al-Akâbir fîmâ Uhdira min Dimâ-in fil Jazâ-iri, karya Abdul Malik Ramadhan al-Jazâ-iri.
28). At-Tanbihâtul Mutawâ-imah fii Nushrati Haqqi al-Ajwibatil Mutalâ-imah ‘alaa Fatwaa al-Lajnah ad-Dâ-imah, karya Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid.
29). Ar-Raddul Burhâni Fintishâri lil ‘Allâmah al-Imam asy-Syaikh al-Muhaddits Muhammad Nâshiruddin al-Albâni. Karya Syaikh ‘Ali Hasan al-Halabi.
30). At-Ta’rîf wat Tanbi-`ah bi Ta-shîlât al-‘Allâmah asy-Syaikh Muhammad Nâshiruddin al-Albâni rahimahullaah fî Masâ-ilil Imân war Raddi ‘alal Murji-`ah, karya ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid.
31). Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah, oleh Yâzid bin Abdul Qadir Jawas, cet. IV-Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Jakarta.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo]
___________
Foote Note
[19]. Lihat Murji’atul Ashr (hal. 54)
[20]. Tentang masalah seseorang bisa menjadi kafir, lihat makalah penulis di majalah As-Sunnah, edisi 03/Tahun XI/1428H/2007M (hal. 34-42)
[21]. Musnad Ishaq (III/670), dinukil dari Murji’atul ashr (hal.56)
[22]. Lihat Murji’atul Ashr (hal.56-57)
[23]. As-Sunnah (III/566) oleh Imam Abu Bakar Al-Khallal
[24]. Lihat Murji’atul Ashr (hal. 60). Lihat poin I (Ciri-ciri Murji’ah Menurut Ahlul Bid’ah Terdahulu)
[25]. Lihat Murji’atul Ash (hal.62)
[26]. Lihat Fatawa Ulama Al-Akabir (hal. 6-7)
[27]. Lihat At-Tanbihat Al-Mutawaimah (hal. 553-557)
[28]. At-Ta’rif wat Tanbi-ah (hal. 15)
[29]. HR Abu Dawud (no. 3597), Al-Hakim (II/27) dan Ahmad (II/70) dari Sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Hadits ini shahih, lihat Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah (no. 437)
[30]. Lihat Shahih Muslim (no. 2002 (72) dan Shahih At-Targhib wa Tarhib (II/545-546)

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin