Kategori Kitab : Qadha & Qadar

Buah Keimanan Kepada Qadha' Dan Qadar : Mengetahui Hikmah Allah, Ketenangan Hati Ketentraman Jiwa

Senin, 27 Agustus 2007 08:00:15 WIB



Halaman ke-1 dari 2

BUAH KEIMANAN KEPADA QADHA DAN QADHAR


Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd



21. Mengetahui Hikmah Allah Azza Wa Jalla
Iman kepada qadar dengan cara yang benar akan mengungkap bagi manusia hikmah Allah Azza wa Jalla dalam apa yang ditentukan-Nya, berupa kebaikan dan keburukan. Lantas dia mengetahui bahwa di balik pemikirannya dan imajinasinya ada Dzat yang lebih agung, lebih tahu, dan lebih bijaksana.

Karena itu, seringkali sesuatu terjadi dan kita tidak menyukainya, padahal hal itu baik bagi kita, dan seringkali kita melihat sesuatu memiliki maslahat secara zhahirnya, sehingga kita pun menyukai dan menginginkannya, tetapi hikmah tidak menghendakinya. Sebab, Dzat yang mengatur manusia lebih tahu tentang kemasla-hatannya dan akibat perkaranya. Bagaimana tidak, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

"Artinya : …Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik ba-gimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." [Al-Baqarah: 216]

Di antara rahasia ayat ini dan hikmahnya adalah, bahwa ayat ini mengharuskan hamba untuk pasrah kepada Dzat Yang mengetahui berbagai akibat urusannya dan ridha dengan apa yang ditentukan-Nya atasnya, karena dia mengharapkan kepada-Nya akibat baik (dari urusan)nya.

Di antara rahasia lainnya, dia tidak mencela Rabb-nya dan tidak meminta kepada-Nya sesuatu yang mana ia tidak memiliki pengetahuan mengenainya, karena mungkin kemudharatan bagi dirinya terletak di dalamnya, sedangkan ia tidak mengetahui. Ia tidak me-milihkan kepada Rabb-nya, tetapi ia meminta kepada-Nya akibat yang baik dalam apa yang dipilihkan-Nya untuknya. Baginya, tidak ada yang lebih bermanfaat daripada hal itu.

Karena itu, di antara belas kasih Allah kepada hamba-Nya ialah mungkin jiwa hamba menginginkan salah satu hal keduniaan, yang mana ia menganggap dengan hal itu dia dapat mencapai tujuannya. Tapi Allah mengetahui bahwa itu merugikan dan menghalanginya dari apa yang bermanfaat baginya, lalu Dia pun menghalangi antara dirinya dengan keinginannya itu, sehingga hamba tersebut tetap dalam keadaan tidak suka, sementara itu ia tidak mengetahui bahwa Allah telah berbelas kasih kepadanya, di mana Dia mengokohkan perkara yang bermanfaat baginya dan memalingkan perkara yang merugikan darinya. [1]

Betapa banyak manusia -sebagai contoh- yang menyesal, ketika ketinggalan waktu take off pesawat terbang, dan ternyata penyesalan tersebut hanya sementara. Kemudian dikabarkan tentang jatuhnya pesawat (yang telah lepas landas) dan semua penumpangnya tewas.

Betapa banyak manusia yang sesak dan sempit dadanya karena kehilangan sesuatu yang disukai atau datangnya sesuatu yang me-nyedihkan. Ketika perkara itu tersingkap dan rahasia takdir itu diketahui, Anda pasti melihatnya dalam keadaan senang gembira, karena akibatnya ternyata baik baginya.

Sungguh indah ucapan orang yang mengatakan:
Betapa banyak kenikmatan yang tidak Anda anggap sedikit
dengan bersyukur kepada Allah atasnya
bersembunyi dalam lipatan sesuatu yang tidak disukai [2]

Ucapan lainnya:
Perkara-perkara itu berjalan sesuai ketentuan qadha'
dan dalam lipatan kejadian, yang disukai dan yang tidak disukai

Mungkin menyenangkanku sesuatu yang dulunya aku hindari
dan mungkin buruk bagiku sesuatu yang dulunya aku harapkan [3]

22. Membebaskan Akal Dari Khurafat Dan Kebathilan.
Di antara kepastian iman kepada qadar ialah mengimani bahwa apa yang telah terjadi, apa yang sedang terjadi, dan apa yang akan terjadi di alam semesta ini adalah berdasarkan pada qadar (ketentuan) Allah Azza wa Jalla. Dan bahwa qadar Allah adalah rahasia yang tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia tidak memperlihatkannya kepada seorang pun kecuali kepada siapa yang diridhai-Nya dari Rasul-Nya. Sesungguhnya Dia menjadikan penjagapenjaga (Malaikat) di muka dan di belakangnya.

Dari titik tolak ini, anda melihat orang yang beriman kepada qadar tidak bersandar kepada para dajjal dan pesulap (pendusta), serta tidak pergi kepada para dukun, peramal dan orang-orang “pintar”. Ia tidak bersandar kepada ucapan-ucapan mereka, tidak pula tertipu dengan penyimpangan mereka dan kedustaan mereka. Ia hidup dalam keadaan terbebas dari kesesatan ucapan-ucapan tersebut dan dari semua khurafat dan kebathilan itu.
Labid bin Rabi’ah Radhiyallahu ‘anhu berkata:

Sungguh para dukun dan peramal tidak tahu
apa yang Allah akan perbuat
Bertanyalah kepada mereka, jika kalian mendustakanku
kapankah seorang pemuda merasakan kematian atau kapankah hujan akan turun [4]

23. Ketenangan Hati Dan Ketentraman Jiwa.
Perkara-perkara ini termasuk dari buah keimanan kepada qadar, dan ini termasuk di antara sekian banyak manfaat yang telah disebutkan sebelumnya. Ini merupakan hal yang dicari-cari, tujuan yang didambakan, dan puncak tujuan yang dimaksud, karena semua manusia mencarinya dan berusaha meraihnya. Tapi, sebagaimana dikatakan:

Semua orang dalam hidup ini mencari buruan
hanya saja, perangkapnya berbeda-beda

Tidak ada yang mengetahui perkara-perkara ini, tidak ada yang merasakan manisnya, dan tidak ada yang mengetahui hasil-hasilnya, kecuali orang yang beriman kepada Allah beserta qadha' dan qadar-Nya. Orang yang beriman kepada qadar hatinya tenang, jiwanya tentram, keadaannya tenang, dan tidak banyak berpikir mengenai keburukan yang bakal datang. Kemudian, jika keburukan tersebut datang, hatinya tidak terbang tercerai-berai, tetapi dia tabah terhadap hal itu dengan mantap dan sabar. Jika sakit, sakitnya tidak menambah keraguannya. Jika sesuatu yang tidak disukai datang kepadanya, dia menghadapinya dengan ketabahan, sehingga dapat meringan-kannya. Di antara hikmahnya ialah agar manusia tidak menghimpun pada dirinya antara kepedihan karena khawatir terhadap datangnya keburukan dengan kepedihan karena mendapatkan keburukan.

Tetapi dia berbahagia, selagi sebab-sebab kesedihan itu jauh darinya. Jika hal itu terjadi, maka dia menghadapinya dengan keberanian dan keseimbangan jiwa.

Anda melihat pada diri orang-orang khusus dari kalangan umat Islam, dari kalangan ulama ‘amilin (ulama yang mengamalkan ilmunya) dan ahli ibadah yang taat lagi mengikuti Sunnah, berupa ketenangan hati dan ketentraman jiwa yang tidak terbayangkan dalam benak dan tidak pula terbayang dalam imajinasi. Mereka dalam hal ini memiliki derajat yang tinggi dan kedudukan yang sempurna.

Inilah Amirul Mukminin, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullahu mengatakan, “Aku tidak mendapatkan kegembiraan kecuali dalam hal-hal yang sudah diqadha' dan diqadarkan.” [5]

Syaikhul Islam, Abul ‘Abbas Ahmad Ibnu Taimiyyah rahimahullahu me-ngatakan, “Sesungguhnya di dunia ini ada Surga, yang barangsiapa tidak pernah memasukinya maka dia tidak akan memasuki Surga akhirat.” [6]

Beliau mengatakan dengan pernyataan yang terkenal, ketika dimasukkan dalam penjara, “Apakah yang akan diperbuat para musuhku terhadapku, sedangkan Surgaku dan tamanku ada dalam dadaku, ke mana aku pergi maka ia selalu bersamaku, tidak pernah berpisah denganku. Dipenjarakannya aku adalah khulwah (menyepi), pembunuhan terhadapku adalah syahadah (mati sebagai syahid), dan pengusiranku dari negeriku adalah wisata.” [7]

Bahkan Anda melihat ketentraman hati, ketenangan hidup, dan keyakinan yang mantap pada kaum muslimin yang awam, yang tidak Anda dapatkan pada para tokoh pemikir, penulis dan dokter dari kalangan non muslim. Betapa banyak para dokter dari kalangan non muslim -sebagai contoh- yang heran, ketika menangani pengobatan pasien muslim. Tampak olehnya bahwa pasien tersebut men-derita penyakit yang berbahaya, misalnya kanker. Anda melihat dokter ini bingung bagaimana cara memberitahukan kepada pasien tentang penyakitnya. Anda melihatnya ragu-ragu, dan Anda meli-hatnya mulai membuka pembicaraan serta membuat beberapa prolog. Semua itu dilakukan karena takut pasien akan shok karena mendengarkan kabar ini.

Namun, ketika dokter memberitahukan kepadanya akan penyakitnya dan menjelaskan penyakitnya kepadanya, ternyata pasien ini menerima kabar ini dengan jiwa yang ridha, dada yang lapang, dan ketenangan yang mengagumkan.

Keimanan kaum muslimin kepada qadha' dan qadar telah mencengangkan banyak kalangan non muslim, lalu mereka menulis tentang perkara ini untuk mengungkapkan ketercengangan mereka dan mencatatkan kesaksian mereka tentang kekuatan tekad kaum muslimin, kebesaran jiwa mereka, dan penyambutan mereka yang baik terhadap berbagai kesulitan hidup.

[Disalin dari kitab Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar, Edisi Indoensia Kupas Tuntas Masalah Takdir, Penulis Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag. Penerbit Pustaka Ibntu Katsir]
__________
Foote Note
[1]. Lihat, al-Mawaahibur Rabbaaniyyah minal Aayaatil Qur-aan, Ibnu Sa’di, hal. 151.
[2]. Jannatur Ridhaa' fit Tasliim limaa Qaddara wa Qadhaa', (III/52).
[3]. Jannatur Ridhaa' fit Tasliim limaa Qaddara wa Qadhaa', (III/52).
[4]. Diiwaan Labid bin Rabi-ah, hal. 90.
[5]. Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam, Ibnu Rajab, (I/287) dan lihat, Siirah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz, Ibnu ‘Abdilhakam, hal. 97.
[6]. Al-Waabilush Shayyib minal Kalimith Thayyib, Ibnul Qayyim, hal. 69 dan asy-Syahaadatuz Zakiyyah fii Tsanaa-il A-immah ‘alaa Ibni Taimiyyah, karya Mar’il Karami al-Hanbali, hal. 34.
[7]. Dzail Thabaqaatil Hanaabilah, Ibnu Rajab, (II/402) dan lihat, al-Waabilush Shayyib, hal. 69.


1 2  next

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin