Kategori Bahasan : Bid'ah

Wajib Mengenal Bid'ah Dan Meperingatkannya

Jumat, 28 Juli 2006 09:59:31 WIB

WAJIB MENGENAL BID’AH DAN MEMPERINGATKANNYA


Oleh
Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari




Telah disebutkan dalam mukaddimah kitab ini bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulang-ngulang menyebutkan kata bid’ah untuk memperingatkan agar dijauhinya. Dan bahwa pengulangan tersebut berarti sebagai bentuk pengukuhan urgensi kewajiban mengenali bid’ah untuk menghindarinya.

Pengetahuan tentang bid’ah untuk menghindarinya seperti ini adalah berdasarkan sirah para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terdidik dalam naungan wahyu dan hidup pada masa turunnya wahyu sebagai mana dikatakan seorang shahabat yang agung HUdzaifah bin Yaman Radhiyallahu ‘anhu.

“Artinya : Adalah manusia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan, dan saya bertanya kepadanya tentang keburukan karena khawatir bila ia menimpaku sehingga aku terjerumus di dalamnya” [Muttafaq Alaihi] [1]

Dan dengan mengambil makna hadits tersebut, seorang penyair berkata.

“Aku tahu keburukan, bukan untuk keburukan, tetapi untuk menghindarinya.
Dan barangsiapa yang tidak mengerti antara kebaikan dan keburukan niscaya dia terjerumus kedalamnya”

Bahkan mengetahui sesuatu dengan cara mengetahui kebalikannya/lawannya adalah sesuai dengan nilai-nilai Al-Qur’an seperti disebutkan dalam firman Allah.

“Artinya : Barangsiapa yang ingkar kepada Thogut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada ikatan tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” [Al-Baqarah]

Sebab sebagaimana tauhid tidak diketahui kecuali dengan menjauhi lawannya, yaitu syirik, dan iman tidak akan terealisasikan keculi dengan menjauhi lawannya, yaitu kufur, maka kebenaran tidak akan didapatkan kecuali dengan mencermati kesalahan. Dan yang sepenuhnya sama seperti itu adalah “Sunnah”. Maka pemahaman sunnah tidak akan jelas dan tanda-tandanya tidak akan terang kecuali dengan mengetahui lawan katanya, yaitu “Bid’ah”. Dan sesungguhnya yang demikian itu telah disyaratkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya.

“Artinya : Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah (Al-Qur’an), dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan seburuk-buruk perkara adalah hal-hal yang baru, dan setiap yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah di dalam neraka”

Demikian pula dalam sabdanya.

“Artinya : Maka kewajiban kamu adalah memegang teguh sunnahku dan sunnah khulafa’ rasyidin yang terbimbing. Peganglah erat-erat sunnah-sunnah itu dan hindarilah olehmu segala hal yang baru. Sebab setiap hal yang baru adalah bid’ah, dan setuap bid’ah adalah sesat, dan setiap yang sesat di dalam neraka”[2].

Ini adalah perintah yang sangat jelas dan perkataan yang sangat faih yang mengharuskan kita mengikuti sunnah dan menjauhi bid’ah.

Betapa indahnya perkataan Ibnu Qudamah, “Hikmah dan kemampuan tidak akan tampak sempurna kecuali dengan menciptakan lawannya agar masing-masing diketahui dengan pasangannya. Cahaya diketahui dengan adanya gelap, ilmu diketahui dengan adanya kebodohan, kebaikan diketahui dengan adanya keburukan, kemanfaatan diketahui dengan adanya kemudharatan, dan manis diketahui dengan adanya pahit” [3] Dan yang termasuk kepada yang seperti itu adalah sunnah, dimana sunnah tidak dikenal kecuali dengan bid’ah.

Yahya bin Mu’adz Ar-Razi berkata, “Perbedaan semua manusia kembali kepada tiga hal, dan masing-masing memiliki lawannya. Yitu : Tauhid lawannya syirik, sunnah lawannya bid’ah, dan taat lawannya maksiat” [4]

Imam Abu Syamah Al-Maqdisi dalam Al-Ba’its (hal 11) berkata, “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat serta orang-orang yang setelah mereka telah memperingatkan orang-orang yang semasanya dari bid’ah dan hal-hal yang baru dalam agama dan memerintahkan mengikuti sunnah yang akan menyelamatkan dari segala marabahaya”

Dan dalam Al-Qur’an terdapat perintah mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berarti perintah meninggalkan sesuatu yang tidak datang darinya. FirmanNya.

“Artinya : Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” [Ali-Imran : 31]

Dan Allah berfirman.

“Artinya : Dan sesungguhnya (yang Kami perintahkan) ini adalh jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain). Sebab jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa” [Al-An’am : 153]

Dan diriwayatkan bahwa Al-Hajjaj bin Jabr Al-Makki [5], seorang tokoh tabi’in dan ahli tafsir, menjelaskan firman Allah, “Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)”, ia berkata, “Yakni, janganlah kamu mengikuti segala bentuk bid’ah dan syubhat” [6]

Dan semoga Allah memberikan rahmat kepada Al-Izz bin Abdussalam yang dalam kitabnya Musajalah (hal 10) mengatakan, “Beruntunglah orang yang menjadi pemimpin umat Islam, lalu dia memberikan pertolongan dalam mematikan bentuk-bentuk bid’ah dan menghidupkan berbagai bentuk sunnah”

Kedua hal tersebut (menghidupkan sunnah dan mematikan bid’ah) adalah sebagai titik tolak ilmu ini (Ushul Al-Bida’) dan asas kajiannya untuk mengetahui kaidah-kaidahnya dan membeberkan segala hal-hal yang samara darinya.

DAlam Nihayatul Mubtadi’in disebutkan, “Wajib mengingkari segala bentuk bid’ah yang menyesatkan dan menegakkan hujjah atas kebatilannya, baik diterima atau ditolak oleh pelakunya” [7]

Al-Marrudzi berkata, “Saya berkata kepada Abu Abdullah –yakni Imam Ahmad bin Hanbal-, “Bagaimanha pendapatmu tentang seseorang yang tekun shalat dan berpuasa, namun dia diam dan tidak membantah ahlu bid’ah?” Maka muramlah muka beliau lalu berkata, “jika dia shalat dan puasa, namun menjauh dari manusia, bukankah yang demikian itu untuk dirinya sendiri ?” Saya berkata, “Benar”. Ia berkata, “Jika dia bicara maka untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain. Dan berbicara itu lebih utama” [8]

Dan betapa indahnya perkataan Imam Qatadah. “Sesungguhnya seseorang jika melakukan suatu bid’ah maka harus diingatkan sehingga bid’ah itu ditinggalkan” [9]

[Disalin dari kitab Al Ilmu Ushul Bida’ Dirasah Taklimiyyah Muhimmah Fi Ilmi Ushul Fiqh, Penulis Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari, edisi Indonesia Membedah Akar Bid’ah, Penerjemah Asmuji Solihan Zamakhsyari, Penerbit Pustaka Al-Kautsar]
_________
Foote Note
[1]. Lihat takhrij dan syarahnya dalam buku saya, Ad-Da’wah Ilallah : 98
[2]. Hadits ini dengan beberapa jalan. Lihat Al-Itman Lil Taakhrij Ahadits Al-Musnad Al-Imam, hadits nomor 17184. Semoga Allah memudahkan saya untuk menyempurnakan buku ini.
[3]. Ta’wil Mukhtalaf Al-Hadits : 14
[4]. Al-I’tisham : I/91
[5]. Yaitu Imam Mujahid
[6]. Ditakhrij Ad-Darimi I/68, Al-Baihaqi dalam Al-Madhal No. 200, dan lain-lain. Lihat Ad-Dur Al-Manstur III/386
[7]. Dinukil Oleh Ibnu Muflih Dalam Al-Adab Asy-Syar’iyyah I/210
[8]. Thabaqat Al-Hanabilah II/216
[9]. Syarah Ushul Al-Itiqad No. 256

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin