Kategori Fiqih : Zakat

Hukum Memberikan Zakat Kepada Para Penuntut Ilmu Atau Pelajar?

Selasa, 2 Nopember 2004 01:17:04 WIB

HUKUM MEMBERIKAN ZAKAT KEPADA PARA PENUNTUT ILMU


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah hukumnya memberikan zakat kepada para penuntut ilmu (pelajar) ?

Jawaban
Penuntut ilmu yang mencurahkan kemampuan dan meluangkan waktunya untuk mencari ilmu syari’at meski dia mampu berusaha (mencari nafkah) tetap boleh diberi zakat, karena menuntut ilmu termasuk salah satu macam jihad fi sabilillah, Allah Maha Barakah dan Maha Tinggi menempatkan jihad di jalan Allah sebagai salah satu arah yang berhak dsalurkan zakat. Dia berfitman.

“Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah ; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” [At-Taubah : 60]

Sedangkan apabila penuntut ilmu itu mencurahkan kemampuan dan waktunya untuk mencari ilmu duaniawi, dia tidak diberi zakat.

Kami bisa berkata kepadanya, “Kamu sekarang ini bekerja untuk dunia, mungkin bagimu untuk berusaha mencari nafkah di dunia dengan bekerja sehingga kami tidak memberimu zakat”, akan tetapi bila kita dapati seseorang yang tidak mampu berusaha mencari makan, minum, tempat tinggal, tetapi dia sangat butuh menikah, sedangkan dia tidak memiliki harta apapun untuk menikah, bolehkah kita membantunya menikah dengan harta zakat ?

Jawabnya : Ya, kita boleh menikahkannya dengan harta zakat, dia bisa membayar mahar dengan sempurna, jika ditanyakan : ‘Mengapa keadaan bisa mengarah pada usaha menikahkan orang fakir dengan harta zakat menjadi boleh meskipun harta yang diberikan kepadanya cukup banyak ?”

Kami jawab : ‘Karena kebutuhan orang itu untuk menikah sudah sangat mendesak’ Di sebagian komunitas masyarakat bahkan sudah seperti kebutuhan makan dan minum, karena itulah para ulama berpendapat bahwa wajib hukumnya atas orang yang biasa memberi nafkah pada orang lain untuk menikahkannya jika dia memiliki kelonggaran harta, seorang bapak wajib menikahkan anaknya apabila si anak sudah membutuhkan pernikahan sedangkan dia tidak punya harta untuk menikah. Akan tetapi saya mendengar sebagian bapak melupakan keadaan mereka di waktu muda saat anaknya meminta menkah, sang bapak berkata kepadanya : ‘Menikahlah kamu dengan keringat keningmu (usaha ) sendiri”. Ini tidak boleh dillakukan, perbuatan itu haram atasnya bila dia sebenarya mampu menikahkan anaknya, kelak sang anak akan menuntutnya di hari kiamat apabila dia tidak mau menikahkannya padahal dia mampu menikahkannya.

Di sini muncul masalah : Jikalau seseorang memiliki beberapa anak laki-laki, di antara mereka ada yang sudah sampai usia menikah lalu dia menikahkannya, tetapi di antara mereka ada yang masih kecil, lalu bolehkah seorang bapak berwasiat atas sebagian hartanya untuk menjadi mahar bagi anak lelakinya yang masih kecil, karena dia telah memberikan sebagian harta kepada yang besar ?

Jawabnya adalah : Seorang bapak yang telah menikahkan anak laki-lakinya yang besar tidak boleh berwasiat (harta) untuk mahar anak lelakinya yang masih kecil, akan tetapi dia wajib menikahkan anaknya itu bila dewasa nanti dan telah mencapai usia menikah sebagaimana yang dilakukannya kepada anak yang pertama, sedangkan berwasiat sesudah mati untuk anak adalah perbuatan yang haram, dalil dari pernyataan ini adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi was sallam.

“Artinya : Sesungguhnya Allah memberi kepada setiap orang yang memiliki hak akan haknya, maka tidak boleh ada wasiat untuk ahli waris” [1]

[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah]
__________
Foote Note
[1]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitab Al-buyu’. Bab : Apa yang datang pada wasiat untuk ahli waris. Turmudzi, Bab-bab Wasiat, Bab Tentang tidak bolehnya berwasiat kepada ahli waris

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin