Kategori Fiqih : Puasa Sunnah

Tidak Pernah Mengqadha Puasa Yang Ditinggalkannya Karena Haid Sejak Diwajibkan Baginya Berpuasa

Minggu, 24 Oktober 2004 08:18:11 WIB

TIDAK PERNAH MENGQADHA PUASA YANG DITINGGALKANNYA KARENA HAIDH SEJAK DIWAJIBKAN BAGINYA BERPUASA


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin






Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita mengatakan : Bahwa ia berkewajiban menjalankan puasa maka ia berpuasa, akan tetapi tidak pernah mengqadha puasa yang tidak dijalaninya karena haidh, dan dikarenakan ia tidak tahu jumlah hari yang harus diqadha, maka ia meminta petunjuk tentang apa yang harus ia lakukan .?

Jawaban
Kami menyesalkan hal ini masih sering terjadi di kalangan wanita beriman, sebab tidak melaksanakan qadha itu, adalah suatu musibah, baik itu karena ketidaktahuan ataupun karena kelalaian. Obat kebodohan adalah tahu dan bertanya, sementara obat kelalaian adalah bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, mendekatkan diri kepada-Nya, takut terhadap siksa-Nya dan bersegera melakukan perbuatan yang mendatangkan keridhaan-Nya. Hendaknya wanita ini bertaubat kepada Allah dan memohon ampun atas apa yang telah diperbuatnya, dan hendaknya pula ia memperkirakan hari-hari yang telah ia tinggalkan karena haidh kemudian mengqadha jumlah hari puasa itu, dengan demikian terlepaslah ia dari tanggung jawabnya, dan semoga Allah menerima taubatnya itu.

[Ibid, halaman 23]


TIDAK BERPUASA KARENA MENYUSUI ANAKNYA DAN BELUM MENGQADHANYA, KINI ANAK ITU TELAH BERUSIA DUA PULUH TAHUN


Oleh
Syaikh Abdullah bin Jibrin





Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Pada bulan Ramadhan tahun 1382H, seorang wanita tidak berpuasa selama satu bulan penuh karena suatu halangan yaitu menyusui anaknya, anak itu sudah besar dan saat ini berusia dua puluh empat tahun, dan sampai saat ini wanita itu belum mengqadha puasanya itu. Hal ini terjadi karena ketidak tahuannya dan bukan karena kelalaian, juga bukan karena sengaja, apa yang harus dilakukannya .?

Jawaban
Wajib baginya untuk segera mengqadha puasanya itu secepat mungkin walaupun hal itu dilakukan tidak berurutan sejumlah hari-hari yang dipuasai kaum Muslimin pada tahun itu. Disamping berpuasa ia pun harus bersedekah, yaitu memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari yang ditinggakannya sejumlah hari-hari yang harus diqadhanya itu sebagai kaffarah (tebusan), karena ia telah menunda qadha puasanya, karena barang siapa yang menunda qadha puasa hingga tiba masa Ramadhan lainnya, maka disamping wajib mengqadha, ia juga diwajibkan memberi makan orang miskin sebanyak hari yang diqadha. Untuk satu bulan itu cukup dengan sekarung beras yang beratnya 45 Kg. Yang wajib baginya adalah bertanya tentang urusan agamanya, karena sesungguhnya masalah yang dihadapi wanita ini adalah masalah yang telah dikenal oleh banyak orang, yaitu barangsiapa yang tidak berpuasa karena satu udzur, maka wajib baginya mengqadha puasa itu sesegera mungkin dan tidak boleh baginya menunda qadha puasa itu tanpa udzur yang dibenarkan syari'at.

[Fatawa Ash-Shiyam, halaman 78]

BELUM MENGQADHA PUASA YANG DITINGGALKAN PADA DUA TAHUN PERTAMA SEJAK MENJALANKAN PUASA WAJIB


Oleh
Syaikh Abdullah bin Jibrin





Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Saya seorang remaja putri berumur tujuh belas tahun, pertanyaan saya, bahwa pada dua tahun pertama sejak saya menjalankan puasa wajib, saya belum mengqadha puasa yang saya tinggalkan di bulan Ramadhan, apa yang harus saya lakukan .?

Jawaban
Wajib bagi Anda untuk segera mengqadha hari-hari puasa itu walaupun tidak berturut-turut, Disamping untuk mengqadha Anda pun dikenakan denda, yaitu memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang Anda tinggalkan, hal ini dikarenakan Anda telah menunda qadha puasa lebih dari satu tahun, sebagaimana pendapat mayoritas ulama.

[Ibid, halaman 77]

MENUNDA QADHA PUASA HINGGA DATANG BULAN RAMADHAN YANG BARU


Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan





Pertanyaan
Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya tentang hukumnya wanita yang menunda qadha puasa hingga datangnya bulan Ramadhan baru ?

Jawaban
Jika telah datang bulan Ramadhan yang baru tapi masih mempunyai utang Ramadhan sebelumnya, dan tidak ada alasan (yang dibenarkan syari'at) dalam penangguhan qadhanya, maka yang harus dilakukan adalah mengqadha puasa dan memberi makan seorag miskin untuk setiap hari yang ditinggalkannya. Jika penundaan qadha puasa itu dikarenakan adanya udzur maka yang wajib dilakukan hanya mengqadha puasa saja. Demikian pula bagi yang mempunyai utang puasa karena sakit atau karena musafir, ketentuannya adalah seperti ketentuan wanita haidh, yaitu berbuka untuk kemudian mengqadhanya.

[At-Tanbihat, Syaikh Al-Fauzan, halaman 38]


[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, Penerjemah Amir Hazmah Fakhruddin]

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin