Kategori Ahkam

Hukum Menyusukan Diri Sendiri, Memeras Air Susunya Kedalam Gelas Untuk Diminumkan Kepada Seseorang

Jumat, 10 September 2004 23:29:09 WIB

HUKUM MENYUSUKAN DIRI SENDIRI


Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim



Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya : "Apa hukum wanita yang menyusukan diri sendiri kemudian memuntahkannya ?"

Jawaban.
Penyusuan yang menyebabkan timbulnya hubungan kemahraman secara syara' adalah lima kali susuan atau lebih ketika umurnya tidak lebih dari dua tahun. Adapun penyusuan orang dewasa (baik dirinya ataupun orang lain) tidak termasuk dalam pengertian ini.

[Fatawa wa Rasailusy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Juz 11 hal. 172]

HUKUM WANITA YANG MEMERAS AIR SUSUNYA KEDALAM GELAS UNTUK DIMINUMKAN KEPADA SESEORANG AGAR MENJADI MAHRAMNYA.

Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim


Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya : "Ada seorang wanita yang tidak mempunyai mahram di dalam perjalannya dan ia ingin pulang ke negerinya, kemudian ia memeras air susunya ke dalam gelas untuk diminumkan kepada seorang laki-laki. Apakah laki-laki tersebut menjadi mahramnya ?".

Jawaban.
Tidak. Yang demikian itu tidak bisa menjadikannya sebagai mahramnya karena susuan yang menyebabkan kemahraman itu berlaku pada seseorang yang berumur di bawah dua tahun dan tidak kurang dari lima kali susuan

[Fatawa wa Rasailusy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Juz 11 hal. 175]

HUKUM DUA ORANG WANITA YANG SALING MENYUSUKAN ANAK MEREKA.

Oleh
Syiakh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : "Ada dua orang wanita, yang pertama mempunyai seorang anak laki-laki, yang kedua mempuanyi anak perempuan, mereka saling menyusukan anak yang lain. Siapa di antara saudara-saudara mereka yang boleh dinikahi oleh yang lain ?".

Jawaban.
Apabila seorang perempuan menyusukan seorang anak kecil di bawah umur dua tahun lima kali susuan atau lebih, maka anak tersebut menjadi anaknya dan anak suaminya yang memiliki susu itu. Dan seluruh anak dari wanita tersebut dengan suaminya itu atau dengan suami terdahulunya menjadi saudara bagi anak susuan itu. Seluruh anak suami wanita yang menyusui baik dari wanita itu ataupun dari istri yang lain adalah saudara bagi anak susuannya. Seluruh saudara wanita yang menyusui dan saudara suaminya adalah paman bagi anak susuannya. Demikian pula Bapak wanita yang menyusui dan Bapak suaminya adalah kakek dia dan Ibu wanita yang menyusui serta ibu suaminya adalah nenek.

Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan ibu-ibu kalian yang menyusukan kalian dan saudara kalian yang sesusu" [An-Nisa' : 23]

Serta sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Sesuatu diharamkan dengan sebab penyusuan sebagaimana apa-apa yang diharamkan oleh sebab nasab"

"Artinya : Tidak berlaku hukum penyusuan kecuali dalam masa dua tahun".

Dan berdasarkan hadits dalam Shahih Muslim yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata : "Adalah yang disyariatkan dalam Al-Qur'an dahulu sepuluh kali susuan yang jelas, menyebabkan ikatan kekerabatan. Kemudian dihapus dengan lima kali susuan yang jelas hingga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat sedangkan masalah tersebut tetap dengan keputusannya (lima kali susuan)". [Hadits ini diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi dengan lafazh sedemikian, sedangkan asalnya terdapat dalam Shahih Musim]

[Fatawa Da'wah Syaikh Bin Baz Juz I hal,206]

SEORANG LAKI-LAKI MENYUSU BERSAMA DENGAN SAUDARA LAKI-LAKI DARI SEORANG PEREMPUAN, BOLEHKAH IA MENIKAHI PEREMPUAN TERSEBUT ?


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : " Ada dua orang perempuan bersaudara, yang pertama mempunyai seorang anak laki-laki sedangkan yang lainnya mempunyai empat anak, tiga laki-laki dan satu wanita yang paling kecil. Anak dari perempuan yang pertama menyusu bersama dengan tiga anak laki-laki dari perempuan yang kedua, kecuali seorang anak perempuannya yang paling kecil. Bagaimana hukum pernikahan anak laki-laki dari perempuan yang pertama dengan anak wanita dari perempuan yang kedua yang mana ia tidak disusukan bersamanya?".

Jawaban.
Apabila anak laki-laki dari perempuan yang pertama itu menyusu bersama anak pertama, anak kedua dan anak ketiga dari perempuan kedua, atau bersama ketiganya sekaligus, lima kali susuan atau lebih di satu majlis ataupun lebih, maka ia menjadi anak susuan dari wanita kedua serta menjadi saudara dari semua anak-anaknya, baik mereka menyusu sebelum anak kecil tersebut ataupun sesudahnya. Dan tidak boleh bagi anak itu untuk menikah dengan putrid dari wanita kedua, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Dan ibu-ibu kamu yang telah menyusukanmu dan saudara-saudara perempuanmu yang sesusuan (adalah haram bagimu)" [An-Nisa : 23]

Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Diharamkan (bagimu sesuatu yang) disebabkan oleh penyusuan segala apa yang diharamkan oleh sebab nasab" [Muttafaq 'alaih]

Dan jika penyusuannya kurang dari lima kali maka tidak berlaku pengharaman susuan tersebut, demikian pula jika umur anak yang disusukan tersebut lebih dari dua tahun. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya" [Al-Baqarah : 233]

Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Tidak ada penyusuan yang mengharamkan kecuali penyusuan yang dapat mengaliri usus sedangkan masa tersebut sebelum masa penyapihan"

Dan berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata.

"Artinya : Adalah yang disyariatkan dalam Al-Qur'an dahulu sepuluh kali susuan yang jelas, menyebabkan ikatan kekerabatan. Kemudian dihapus dengan lima kali susuan yang jelas hingga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat sedangkan masalah tersebut tetap dengan keputusannya (lima kali susuan)" [Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya dan At-Tirmidzi dalam kitab Jami'-nya dan ini lafazhnya]

Fatawa Da'wah Syaikh Bin Baz Juz 1 hal.206]

[Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Penerbit Darul Haq]

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin