Kategori Kitab : As-Sunnah

Pentadwinan (Pengumpulan/Pembukuan) As-Sunnah

Selasa, 7 Februari 2006 09:48:00 WIB

Penyampaian hadits dilakukan dengan sangat hati-hati, karena menyangkut masalah-masalah agama. Hal ini sengaja dilakukan demi menjaga apabila dalam penyampaiannya terjadi kesalahan. Sebagaimana dijelaskan oleh az-Zubair, “Mereka yang kuat ingatannya telah menyampaikan hadits tanpa ada kesalahan, seperti Ibnu ‘Abbas, Ibnu Mas’ud dan Abu Hurairah.” As-Sunnah disalin dengan sangat hati-hati, baik dengan jalan hafalan maupun tulisan. Hal ini telah berlangsung sejak zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan zaman para Shahabat sampai akhir abad pertama, hingga kemudian lembaran-lembaran yang berisikan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dikumpulkan pada masa ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Di mana ia memerintahkan Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm untuk menulis dan mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang sejak itu pula dimulai ilmu periwayatan hadits. Kata khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz kepada Abu Bakar bin Muhammad, “Perhatikanlah hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu tulislah hadits-hadits itu, karena sesungguhnya aku khawatir akan hilangnya ilmu dengan wafatnya para ulama, dan janganlah diterima melainkan hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam saja.”

Dalil Para Penolak Khabar Ahad

Kamis, 29 Desember 2005 13:01:07 WIB

Syaikh Mahmud Syaltut adalah termasuk tokoh yang dapat dikatakan mewakili mereka yang menolak kabar ahad di zaman ini. Ia adalah seorang tokoh pendukung gerakan Syaikh Muhammad ‘Abduh yang sering disebut sebagai motor gerakan Pembaharuan Islam atau tajdid?! Dalam bukunya, Syaltut berkata, “Sungguh telah bersepakat para ulama, bahwasanya dalil 'aqli yang benar kaidahnya dengan rujukannya kepada kebaikan dan kepentingan manusia adalah merupakan dalil yang meyakinkan dan dapat menghasilkan keimanan yang semestinya. Adapun dalil naqli, maka sungguh banyak dari ulama yang berpendapat bahwa ia bukanlah merupakan dalil yang meyakinkan dan dapat menghasilkan keimanan yang semestinya, serta dalil ini tidak pula dapat menetapkan perkara ‘aqidah. Kaidah seperti ini ditetapkan oleh para ulama karena masalah ‘aqidah adalah lapangan pembahasan yang sangat luas dengan berbagai kemungkinan yang banyak, sehingga mustahil untuk ditetapkan hanya dengan dalil naqli semata. Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa dalil naqli itu dapat menghasilkan keyakinan dan dapat menetapkan perkara ‘aqidah, mereka meletakkan syarat untuk diterimanya dalil naqli dalam hal ‘aqidah hanyalah yang qath’i saja, baik qath’i dalam periwayatannya ataupun qath’i dalam dalalahnya.

Tanggapan Dan Bantahan Atas Penolakan Khabar Ahad

Rabu, 16 Nopember 2005 09:02:31 WIB

Sebenarnya dasar berfikir mereka hingga membedakan antara ‘aqidah dan ahkam dalam penggunaan hadits ahad sebagai hujjah merupakan dasar pemikiran filsafat yang dimasukkan ke dalam Islam. Tentu saja hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Salafush Shalih dan empat Imam madzhab. Pada hakekatnya mereka tidak punya dalil baik dari Al-Qur-an maupun dari hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang masalah ini. Adapun ayat-ayat yang mereka jadikan dasar adalah berkenaan dengan orang-orang kafir dan musyrik. Alangkah bodohnya orang yang mengambil ayat sepotong-sepotong kemudian dijadikan hujjah sebagai dasar pemikiran tanpa melihat ayat-ayat lain dan hadits-hadits maupun pendapat para Salafush Shalih. Mereka lakukan yang demikian karena sudah sedemikian jauhnya mereka dari pemahaman Al-Qur-an dan As-Sunnah sebagaimana yang dipahami oleh para Shahabat Ridwanullah ‘alaihim ajma'in, dan mereka sudah terlalu disibukkan dengan pendapat-pendapat tokoh filsafat dan sekte-sekte sesat. Mereka juga menggunakan riwayat yang menunjukkan bahwa sejumlah Shahabat tidak menggunakan hadits ahad, misalnya saja Abu Bakar yang menolak hadits dari Mughirah mengenai warisan kepada nenek, beliau baru menetapkannya setelah hadits tersebut dikuatkan oleh Muhammad bin Maslamah.

Dalil-Dalil Tentang Wajibnya Berhujjah Dengan Hadits Ahad Dalam Bidang Aqidah

Rabu, 9 Nopember 2005 09:28:02 WIB

Para ulama Ahli Sunnah wal Jama'ah selalu mengingatkan ummat Islam agar mereka yakin bahwa hadits atau khabar ahad merupakan hujjah dalam soal ‘aqidah dan ahkam. Berikut keterangan para ulama tentang masalah hadits ahad. Penulis akan memulai dari keterangan Imam asy-Syafi'i, karena beliaulah yang pertama kali membahas tentang hadits ahad dengan panjang lebar dalam kitabnya ar-Risalah dengan judul Dalil-Dalil Tentang Penggunaan Hadits Ahad sebagai Hujjah mulai dari halaman 401 sampai 453, setelah itu dilanjutkan lagi sampai halaman 460, dan kitab ini ditahqiq oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir rahimahullah. Dalil-dalil yang dibawakan Imam asy-Syafi'i adalah dalil-dalil mutlak yang mencakup tentang ‘aqidah dan ahkam. Bahasan itu beliau tutup dengan perkataan: “Dalam menetapkan khabar ahad sebagai hujjah dicukupkan dengan hadits-hadits yang disebutkan di atas, sekalipun masih banyak yang lainnya. Demikianlah membentang jalan yang tiada putus-putusnya sejak zaman ulama Salaf (para Shahabat, Tabi’in, dan Tabi'ut Tabi'in) yang kemudian dilanjutkan oleh generasi sesudah mereka sehingga sampailah pada apa yang kita saksikan sekarang ini. Dan begitu pula diceritakan kepada kita oleh ulama sebelum kita, yang mereka menerimanya dari ulama dari berbagai negeri.” Selanjutnya beliau berkata, “Patut pula ditambahkan bahwa tidak kudapati seorang pun dari fuqaha kaum muslimin yang ikhtilaf dalam menetapkan khabar ahad sebagai hujjah.

Khatimah

Senin, 16 Februari 2004 14:48:12 WIB

Sebagai akhir bahasan masalah ini, alangkah baiknya kita saling ingat dan mengingatkan, bahwa: Wajib bagi setiap muslim mengimani semua hadits yang sudah shahih yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dalam masalah ‘aqidah maupun ahkam, baik yang mutawatir maupun hadits ahad. Semua wajib kita imani dan kita terima dengan sepenuh hati. Bahwa hak tasyri’ (membuat syari’at) hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala semata, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang akan menjelaskannya. Sedangkan bila yang ditetapkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallaam tidak terdapat dalam Al-Qur-an berarti beliau telah diizinkan Allah untuk menetapkan sya-ri’at itu. Dan bagi seorang mukmin bila diseru untuk berhukum dengan hukum Allah dan Rasul-Nya tiada pilihan lain baginya kecuali wajib taat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar, dan kami patuh.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.

First  Prev  1  2  3  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin