Kategori Bahasan : Aqidah

Aqidah Imam Empat

Minggu, 26 Juni 2011 23:20:22 WIB

Bagilah masjid-masjid antara kami dengan Hanafiyah karena Si Fulan, salah seorang ahli fiqih mereka, menganggap kami sebagai ahli dzimmah!” Usulan ini disampaikan oleh beberapa tokoh Syafi’iyyah kepada mufti Syam pada akhir abad 13 Hijriyah. Selain itu, banyak ahli fiqih Hanafiyah memfatwakan batalnya shalat seorang Hanafi di belakang imam seorang Syafi’i. Demikian juga sebaliknya, sebagian ahli fiqih Syafi’iyah memfatwakan batalnya shalat seorang Syafi’i di belakang imam seorang Hanafi. Ini di antara contoh sekian banyak kasus fanatisme madzhab yang menyebabkan perselisihan dan perpecahan umat Islam. Realita yang amat disayangkan, bahkan dilarang di dalam agama Islam. Allah Azza wa Jalla berfirman: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara. (Ali ‘Imran : 103). Mengapa orang-orang yang mengaku sebagi para pengikut Imam Empat itu saling bermusuhan? Apakah mereka memiliki aqidah yang berbeda? Bagaimana dengan aqidah Imam Empat?

Beberapa Tanda Kiamat

Minggu, 19 Juni 2011 21:38:25 WIB

Iman kepada hari Akhir merupakan salah satu rukun iman. Firman Allah Subahnahu wa Ta'ala, (artinya): Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, ...dst. Sehingga kebaikan tidak akan tercapai kecuali dengan cara merealisasikan iman kepada hari Akhir. Karena itulah, iman kepada hari Akhir memiliki pengaruh yang besar terhadap diri manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Beriman kepada hari Akhir, dengan selalu mengingatnya dan membenarkan peristiwanya, akan menambah keimanan dan ketakwaan seseorang, sebagaimana firman Allah Subahnahu wa Ta'ala, (artinya): Alif Laam Miim. Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.

Bermain-Main Dengan Menyebut Nama Allah, Al Qur'an Dan Rasul

Rabu, 11 Mei 2011 22:52:41 WIB

Diriwayatkan dari lbnu Umar, Muhammad bin Ka'ab, Zaid bin Aslam dan Qatadah secara ringkas. Ketika dalam peristiwa perang Tabuk ada orang-orang yang berkata "Belum pernah kami melihat seperti para ahli baca Al Qur`an ini, orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih pengecut dalam peperangan". Maksudnya, menunjuk kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat yang ahli baca Al Qur`an. Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya: “Omong kosong yang kamu katakan. Bahkan kamu adalah munafik. Niscaya akan aku beritahukan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam”. Lalu pergilah Auf kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memberitahukan hal tersebut kepada Beliau. Tetapi sebelum ia sampai, telah turun wahyu Allah kepada Beliau. Ketika orang itu datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau telah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya. Maka berkatalah dia kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah! Sebenarnya kami hanya bersenda-garau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang-orang yang bepergian jauh untuk pengisi waktu saja dalam perjalanan kami”. Ibnu Umar berkata,”Sepertinya aku melihat dia berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan kedua kakinya tersandung-sandung batu

Kedudukan Ilham Dalam Islam

Sabtu, 7 Mei 2011 22:50:39 WIB

Sesungguhnya Ruhulqudus (Jibril) membisikkan di hatiku, bahwasanya sebuah jiwa tidak akan mati kecuali setelah disempurnakan rizkinya dan ajalnya. Dan bertakwalah kepada Allah dan baiklah dalam berdo’a. Bisa juga ilham diterima langsung oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, ketika Beliau dalam keadaan tidur, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Saya bangun pada suatu malam dan shalat semampu saya, kemudian saya mengantuk dan merasa berat. Tiba-tiba Rabb-ku dalam bentuk yang sebaik-baiknya dan berfirman: Wahai Muhammad, tahukah kamu tentang apa para malaikat itu berdebat? Hadits ini menegaskan, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menerima ilham dalam tidurnya tanpa perantaraan Malaikat. Karena itu bukan termasuk wahyu dari balik tabir yang hanya terjadi ketika terjaga, seperti ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala berbicara dengan Nabi Musa atau dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam mi’raj. Dan yang dilihat oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam tidur tersebut, bukanlah Malaikat. Karena beliau sendiri mengatakan melihat Tuhannya, sehingga tidak mungkin dianggap wahyu dalam mimpi lewat Malaikat. Dengan demikian, maka jelaslah yang diterima oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah ilham secara langsung.

Ru'yatullah (Melihat Allah) Dalam Pandangan Ahlus Sunnah Dan Mu'tazilah

Jumat, 29 April 2011 04:41:13 WIB

Ulama sepakat bahwa Rasulullah n pernah melihat Allah dengan hatinya, berdasarkan hadits diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ia berkata: “Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melihatNya dengan hatinya” Abu Dzar meriwayatkan bahwa Rasulullah saw melihat Allah dengan hatinya dan tidak pernah melihatnya dengan mata kepalanya. Ibrahim At-Taimi meriwayatkan Rasulullah saw pernah melihatnya dengan hatinya dan tidak pernah melihat dengan matanya.Imam Nawawi berkata: “Melihat Allah dengan hatinya adalah penglihatan yang benar, yaitu Allah menjadikan penglihatannya dihatinya atau menjadikan hatinya mempunyai penglihatan sehingga dia bisa melihat Tuhannya dengan benar, sebagaimana dia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Adapun selain Nabi, seperti Shahabat dan tabi’in, maka salaf sepakat bisa terjadi bagi hati seorang mukmin sebuah mukasyafat (membuka tabir) dan musyahadat (persaksiaan), yang sesuai dengan keimanan dan ma’rifatullah. Karena seorang yang mencintai sesuatu akan membekas dalam hatinya dan merasa selalu dekat dalam hatinya. Sebagaimana jawaban Rasulullah tentang ihsan: “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan kalau engkau tidak melihatNya, maka Dia melihatmu.”

Kekhususan (Karakteristik) Al-Arsy

Minggu, 24 April 2011 22:06:29 WIB

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengkhususkan Al-Arsy dengan beberapa kekhususan yang membedakanya dari sekalian makhluk yang lain karena Al-Arsy memiliki kedudukan yang tinggi disisi Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebut kata Al-Arsy sebanyak dua puluh satu kali didalam Al Quran dan hal ini menunjukkan ketinggian kedudukan dan martabat di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta'ala memuji dirinya dalam banyak ayat dengan mengatakan dialah pemilik Al-Arsy yang agung dan besar lagi mulia. Oleh karena itu perlulah kita mengetahui kekhususan-kekhususan Al Arsy yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepadanya. Diantara kekhususannya adalah: Tempat bersemayamnya Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ini merupakan kekhususan yang paling besar dan agung yang dimiliki Al Arsy dimana karena inilah Al Arsy memiliki kekhususan-kekhususan yang lainnya. Masalah bersemayamnya Allah Subhanahu wa Ta'ala di atas Al Arsy telah ditunjukkan oleh Alkitab dan Assunnah, disebutkan dalam Al Quran sebanyak tujuh tempat dan tentunya penyebutan yang berulang-ulang ini menegaskan keagungan dan arti pentingnya Al Arsy ditambah dengan banyaknya hadits-hadits yang menunjukkan dengan tegas kebenaran hal tersebut. Sesungguhnya madzhab salaf dari para sahabat, tabiin dan yang lainnya berpendapat bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala bersemayam diatas Al Arsy dengan tanpa takyif (membagaimanakannya), tamtsil (menyerupainya dengan makhluk), Tahrif (menyelewengkan makna yang sebenarnya) dan Ta'thil (menolaknya).

First  Prev  1  2  3  4  5  6  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin