Kategori Bahasan : Tauhid

Tawassul Dengan Orang Mati, Syubhat Dan Bantahannya

Minggu, 18 Juli 2010 15:38:58 WIB

Adapun hadits kedua : "Barangsiapa menziarahi kuburku, dia wajib mendapatkan syafa’atku", Al-Hafizh Ibnu Abdil Hadi menyatakan tentang hadits ini yang ringkasnya sebagai berikut: "Hadits ini tidak shahih, bahkan hadits ini mungkar menurut para imam hadits, tidak dapat dipakai sebagai hujjah. Para imam hadits telah menjelaskan kelemahan dan kemungkarannya, dan tidaklah berpegang dengan hadits semacam ini kecuali orang-orang yang lemah dalam bidang hadits. Seandainya hadits ini shahih, maka di dalamnya tidak ada dalil (tentang masalah tawassul), apalagi hadits ini mungkar, dha’if sanadnya, dan tidak dapat dijadikan hujjah. Tidak ada seorangpun dari para hafizh termasyhur yang menshahihkannya, dan tidak ada seorangpun di antara para imam peneliti yang berpegang dengannya. Tetapi yang meriwayatkannya hanyalah semisal (imam) Daruquthni, yang mengumpulkan di dalam kitabnya, yaitu Gharaibus Sunan. Dia mengumpulkan banyak riwayat hadits-hadits dha’if, munkar, bahkan maudhu’ (palsu), dan dia menjelaskan cacat hadits, sebab kelemahannya, dan sebab pengingkarannya pada sebagian tempat. Atau yang meriwayatkan itu semisal Abu Ja’far Al-‘Uqaili dan Abu Ahmad Ibnu ‘Adi di dalam kitab keduanya tentang para perawi yang dha’if (lemah), dan keduanya juga menjelaskan kelemahan hadits dan kemungkarannya. Atau semisal Al-Baihaqi, yang juga menjelaskan kemungkarannya."

Tawassul Dengan Orang Mati

Sabtu, 17 Juli 2010 15:22:19 WIB

Setelah menyebutkan ketiga jenis tawassul masyru’ di atas Syeikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Adapun tawassul- tawassul selain ini, maka terjadi perselisihan. Sedangkan yang kami yakini dan kami jadikan agama kepada Allah adalah bahwa hal itu tidak boleh, tidak disyari’atkan. Karena tidak ada dalil padanya yang dapat menegakkan hujjah, dan telah diingkari oleh para ulama peneliti pada generasi-generasi Islam yang silih berganti. Walaupun sebagian ulama telah membolehkan sebagian (jenis) tawassul, imam Ahmad membolehkan bertawassul dengan Rasulullah n saja, sedangkan imam Syaukani membolehkan bertawassul dengan beliau n dan dengan lainnya, dari para nabi dan orang-orang shalih, tetapi kami –sebagaimana kebiasaan kami di dalam seluruh perkara-perkara yang diperselisihkan- hanyalah mengikuti dalil yang ada, kami tidak fanatik pada manusia, kami tidak cenderung kepada seorangpun kecuali karena kebenaran yang kami lihat dan kami yakini. Sedangkan dalam masalah tawassul, kami melihat bahwa kebenaran bersama orang-orang yang melarang bertawassul dengan makhluk. Dan kami tidak melihat dalil shahih yang dapat dipegangi bagi orang-orang yang membolehkannya. Dan kami menuntut mereka untuk membawakan nash shahih dan nyata dari Al-Kitab dan As-Sunnah tentang bertawassul dengan makhluk, tetapi sangat jauh mereka mendapati sesuatu yang menguatkan pendapat mereka.

Nabi Maupun Wali Adalah Manusia Biasa, Tidak Berhak Disembah!

Sabtu, 17 April 2010 16:49:44 WIB

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Terjadinya sakit dan ujian kepada para nabi –semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada mereka- adalah agar mereka mendapatkan pahala yang besar, dan agar umat mereka mengetahui apa yang telah menimpa mereka dan umat itu meneladani mereka”. Al Qadhi rahimahulllah berkata: “Dan agar diketahui, sesungguhnya mereka (para nabi itu) termasuk manusia, ujian-ujian dunia juga menimpa mereka, dan apa yang mengenai tubuh-tubuh manusia juga mengenai tubuh mereka; agar diyakini, mereka adalah makhluk, yang dikuasai (oleh Allah). Dan agar umat tidak tersesat dengan mu’jizat-mu’jizat yang muncul lewat tangan mereka, dan setan mengaburkan dari perkara para nabi sebagaimana yang telah dia kaburkan terhadap orang-orang Nashrani dan lainnya”. Dengan keterangan yang ringkas ini, semoga jelas bagi kita tentang kedudukan Nabi yang mulia. Sehingga kita menempatkan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana layaknya. Alhamdulillah. Dan setelah mengetahui ini semua, lalu bagaimanakah dengan keadaan orang-orang pada masa sekarang ini, yang memohon dan meminta pertolongan kepada para nabi atau wali atau orang shalih atau kubur mereka?

Keutamaan Dakwah Tauhid

Jumat, 31 Juli 2009 16:03:22 WIB

Para da’i harus memulai dakwahnya dengan mengajak kepada tauhid karena itu adalah dakwah paling utama dan paling mulia. Dakwah tauhid berarti mengajak kepada derajat keimanan yang paling tinggi. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh cabang atau lebih dari enam puluh cabang, cabang yang paling tinggi adalah perkataan: ‘Laa ilaaha illallaah’, yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (rintangan) dari jalan dan malu adalah salah satu cabang Iman.” Imam an-Nawawi Rahimahullah berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan bahwasanya cabang-cabang keimanan lainnya tidak akan sah dan tidak diterima kecuali setelah sahnya cabang yang paling utama ini (tauhid). Berdasarkan apa yang disebutkan di atas, maka semua gerakan dakwah yang berdiri tegak di atas dakwaan dan simbol ishlah (perbaikan), namun tidak memfokuskan perhatian dan tidak bertolak dari upaya perbaikan tauhid, tentunya akan terjadi penyelewengan dan penyimpangan sesuai dengan kejauhannya dari pokok yang sangat penting ini.

Pembagian Tauhid

Selasa, 29 Januari 2008 02:45:33 WIB

Kami katakan, bahwa pembagian yang disyaratkan tersebut kedudukannya seperti pembagian para pakar ilmu Nahwu terhadap kata dalam bahasa Arab menjadi isim (nama), fi’il (kata kerja) dan harf (imbuhan). Apakah yang demikian itu suatu hal tercela, padahal sesuai dengan kenyataan dan hakekat perkaranya. Betapa tepatnya perkataan Syaikh Bakr Abu Zaid dalam risalahnya “At-Tahdzir” halaman 30 berkisar pembagian tauhid. Kata beliau : “Pembagian ini adalah hasil istiqra (telaah) para ulama Salaf terdahulu seperti yang diisyaratakan oleh Ibnu Mandah dan Ibnu Jarir Ath-Thabari serta yang lainnya. Hal ini pun diakui oleh Ibnul Qayim. Begitu pula Syaikh Zabidi dalam “Taaj Al-Aruus” dan Syaikh Syanqithi dalam “Adhwa Al-Bayaan” dan yang lainnya. Semoga Allah merahmati semuanya. Ini adalah hasil telaah yang paripurna dari nash-nash syar’i , seperti yang dikenal dalam setiap bidang ilmu.

Apakah Dosa Syirik Dimpuni?

Minggu, 8 Juli 2007 12:08:56 WIB

Sesungguhnya seluruh dosa, termasuk syirik, akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, dengan syarat jika hamba yang melakukan dosa tersebut bertaubat kepadaNya. Dengarlah firman Allah: Katakanlah:"Hai hamba-hamba-Ku yang meĀlampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini : “Ayat yang mulia ini merupakan seruan kepada orang-orang yang bermaksiat, baik orang-orang kafir atau lainnya, untuk bertaubat dan kembali (kepada Allah). Ayat ini juga memberitakan bahwa Allah Tabaraka Wa Ta’ala akan mengampuni dosa-dosa semuanya bagi orang-orang yang bertaubat dari dosa-dosa tersebutan meninggalkannya, walaupun dosa apapun juga, walaupun dosanya sebanyak buih lautan. Dan tidak benar membawa arti pengampunan Allah (dalam ayat ini) dengan tanpa taubat, karena orang yang tidak bertaubat dari syirik tidak akan diampuni oleh Allah. Imam Ibnu Katsir rahimahullah juga berkata mengomentari firman Allah: “Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya”, yaitu dengan syarat taubat.

First  Prev  1  2  3  4  5  6  7  Next  Last

Bismillaahirrahmaanirrahiim Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Rasul termulia, juga kepada seluruh keluarga dan shahabatnya. Amma ba'du. Website almanhaj.or.id adalah sebuah media dakwah sangat ringkas dan sederhana, yang diupayakan untuk ikut serta dalam tasfiyah (membersihkan) umat dari syirik, bid'ah, serta gerakan pemikiran yang merusak ajaran Islam dan tarbiyah (mendidik) kaum muslimin berdasarkan ajaran Islam yang murni dan mengajak mereka kepada pola pikir ilmiah berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih. Kebenaran dan kebaikan yang anda dapatkan dari website ini datangnya dari Allah Ta'ala, adapun yang berupa kesalahan datangnya dari syaithan, dan kami berlepas diri dari kesalahan tersebut ketika kami masih hidup ataupun ketika sudah mati. Semua tulisan atau kitab selain Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahihah dan maqbul, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan dibenarkan. Barangsiapa yang melihat adanya kesalahan hendaknya meluruskannya. Hati kami lapang dan telinga kami mendengar serta bersedia menerima. Semoga Allah menjadikan upaya ini sebagai amalan shalih yang bermanfaat pada hari yang tidak lagi bermanfaat harta dan anak-anak, melainkan orang yang menemui Rabb-nya dengan amalan shalih. Jazaakumullahu khairan almanhaj.or.id Abu Harits Abdillah - Redaktur Abu Khaulah al-Palimbani - Web Admin